Kamis, 17 November 2011


Sepenggal Catatan Perjalanan-1
Perkembangan Motorik Anak

Yogya, Nopember 2011

Saya berkunjung ke lembaga PAUD ketika anak-anak baru saja datang. Wajah-wajah mereka yang cerah penuh kegembiraan memasuki halaman sekolah, bertegur sapa dengan teman-teman dan menyimpan barang bawaan di loker.

Beberapa saat kemudian, waktu memasuki kelas tiba. Anak-anak berbaris dalam lingkaran, bernyanyi, kemudian membentuk barisan kereta api dan masuk ke kelas masing-masing dengan didampingi oleh dua orang guru.

Anak-anak kemudian diajak duduk melingkar dan guru menanyakan kabar masing-masing anak hari itu, sambil mencatat jumlah kehadiran anak. Ternyata, pada hari itu, semua anak di kelompok TK B hadir. Setelah itu, guru mengajak anak-anak berdoa.

Setelah berdoa, anak-anak diajak melakukan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar. Kegiatannya adalah bermain lempar bola. Sebelum melakukan bersama anak-anak, dua orang guru memberikan contoh cara melempar dan menangkap bola. Anak-anak bertepuk tangan sambil menyemangati kedua guru mereka yang sedang bermain lempar bola.

Setelah guru selesai memberi contoh, guru melempar bola kepada anak, yang sebelumnya dipanggil namanya agar bersiap-siap. Pada akhirnya, semua anak mendapatkan giliran melempar dan menerima bola. Ternyata, meskipun rata-rata usianya sama, tidak semua anak dapat melempar dan menerima bola dengan baik.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan motorik kasar anak berbeda-beda, sehingga setiap anak memerlukan stimulasi yang berbeda-beda.

Keterampilan  motorik kasar berkaitan dengan kemampuan anak untuk berjalan, berlari, melompat, meloncat. Keterampilan ini dapat ditingkatkan melalui berbagai aktivitas, antara lain bermain lempar bola, lompat tali, berjalan berjinjit, bersenam, ataupun aktivitas lain yang dapat dikembangkan bersama-sama anak.

Stimulasi yang tepat dapat meningkatkan kecakapan motorik kasar. Kecakapan motorik kasar yang baik membantu anak melakukan aktivitas sehari, terutama dalam melakukan eksplorasi lingkungan dan bersosialisasi.

Anak yang terbiasa melakukan kegiatan motorik kasar, memiliki stamina dan kesehatan yang baik, serta memiliki otot-otot tubuh dan tulang yang kuat. Anak yang sehat dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya.

Oleh karena itu, kita sebagai orangtua hendaknya meluangkan waktu untuk melakukan berbagai aktivitas motorik kasar dengan anak, minimal 30 menit sehari. Selain meningkatkan kecakapan, kesehatan dan stamina anak, juga membangun hubungan emosional yang lebih erat dengan anak.

Jadi, mari kita bermain dengan anak-anak kita, karena mereka sangat memerlukan, demi kesehatan fisik, psikis dan sosial mereka.

(Salam, Widya Ayu)

Selasa, 15 November 2011


Beyond Centre and Circle Time

Repost dari blog http://paud-usia-dini.blogspot.com tgl. 16 Juni 2008 
Penulis : Widya Ayu Puspita., SKM., M.Kes

Bermain adalah dunia anak dan bukan hanya sekedar memberikan kesenangan, akan tetapi juga memiliki manfaat yang sangat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri.

Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain akan mengasah kecerdasannya.
Metode sentra dan lingkaran merupakan salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini yang mengedepankan konsep bermain bagi anak, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya optimal. Dalam metode ini, alat-alat dan bahan-bahan main dikelompokkan dalam beberapa sentra sesuai dengan kebutuhan.

Sentra persiapan merupakan salah satu sentra yang mengasaha kemampuan kognitif dan motorik halus pada anak. Dengan demikian, saya menyambut baik kehadiran bahan belajar ini sebagai pendukung bagi pendidik anak usia dini dalam mengembangkan sentra persiapan lebih lanjut. Bermain bukan hanya sekadar memberikan kesenangan, tapi juga bermanfaat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri. Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain membuatnya mengasah kecerdasannya.

Setiap anak pada dasarnya cerdas. Akan tetapi, kecerdasan tidak semata-mata merujuk kepada kecerdasan intelektual saja, atau lebih dikenal dengan istilah IQ. Ada pula kecerdasan majemuk (multiple intelligences) seperti kecerdasan bahasa, logika matematika, visual spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, natural dan moral. Setiap anak memiliki kesembilan kecerdasan ini meski dengan taraf yang berbeda-beda.
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengembangkan potensi dan multiple intelligences anak karena melalui kegiatan bermain ia akan lebih mudah menyerap informasi dan pengalaman.
Dengan bermain, berdasarkan riset penelitian yang ada, anak ternyata menjadi lebih cerdas, emosi dan kecerdasan anak pun meningkat. Anak juga jadi lebih peka akan kebutuhan dan nilai yang dimiliki orang lain. Bermain bersama teman juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan orang lain. Hebatnya lagi, anak juga mampu menghargai perbedaan di antara mereka.
Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Lewat kegiatan bermain aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal dan maksimal. Membiarkan anak-anak usia pra sekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi.

Lancet Medical Journal baru-baru ini menyebutkan bahwa ada beberapa penelitian yang menemukan kaitan antara kecerdasan dan kegiatan bermain anak. Program kegiatan bermain untuk anak-anak kekurangan gizi di Bangladesh terbukti meningkatkan IQ mereka sampai 9 poin (Sally McGregor, 2006) dari Institute of Child Health at University College London. Malnutrisi atau kekurangan gizi sudah suatu masalah, namun malnutrisi tanpa stimulasi bagi perkembangan mental merupakan masalah yang jauh lebih besar. Juga dilaporkan dalam jurnal tersebut bahwa lebih dari 200 juta anak miskin di dunia kekurangan gizi. Sekitar 89 juta di antaranya ada di Asia Selatan dan 145 juta lainnya ada di negara India, Nigeria, China, Bangladesh, Ethiopia, Pakistan, Congo, Uganda, Tanzania, dan Indonesia.

Disimpulkan oleh para periset bahwa untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak miskin tersebut bisa dilakukan dengan tindakan intervensi sederhana, yakni mendorong anak-anak untuk banyak bermain di rumah serta tentu saja meningkatkan kadar gizi mereka. Selama ini masyarakat terlalu memfokuskan untuk mengurangi angka kematian, tapi mereka sering lupa kalau banyak anak-anak yang terancam tidak bisa mencapai kecerdasan optimal, setelah duduk di kelas 5 atau 6 SD, kesempatan mereka untuk memperbaikinya sudah tipis.

Ditambahkan oleh Mc. Gregor, 2006, di sebuah daerah di Jamaica, anak-anak dari keluarga miskin diberi bantuan mainan yang bisa dimainkan sendiri di rumah, lalu perkembangan mereka dipantau sampai berusia 18 tahun. Tingkat IQ mereka lebih baik, kemampuan bacanya baik dan jarang yang drop-out dari sekolah, selain itu kesehatan mental anak-anak itu juga baik, mereka tidak depresi dan lebih percaya diri.
Sudah saatnya apabila kita semua, terutama para orang tua menyadari bahwa kegiatan bermain bukanlah kegiatan tak berguna dan hanya membuang waktu. Bermain selain merupakan hak asasi anak, juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Kompas, 05 Januari 2007).

Selama ini perkembangan kecerdasan anak hanya dipandang dari kecerdasan intelektual saja, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan para peneliti kecerdasan memunculkan teori baru tentang multiple intelligence. Teori tersebut menjadi dasar bagi beragamnya metode pembelajaran baik formal maupun non formal. Ragam metode pembelajaran tersebut bisa dilihat dari maraknya sekolah yang memunculkan berbagai keunggulan sekolah. Pada dasarnya metode belajar baik formal maupun non formal mengacu kepada bagaimana si anak dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Tugas pendidik dan orang tua adalah membidani pengetahuan yang sudah ada dalam diri anak agar tereksplorasi secara alamiah.
Pendidikan bagi anak usia dini seharusnya dapat menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memberikan pendidikan dari segi moral dan sensitivitas anak terhadap permasalahan sosial. Permainan yang disajikan bagi anak usia dini harus lebih kreatif lagi. Seiring dengan perkembangan budaya, permainan yang berkembang dalam diri anak sudah bergeser. Tidak salah jika anak sudah meninggalkan permainan tradisional daerah karena budaya permainan yang berbasis teknologi terus berkembang. Untuk itu tetap harus memperkenalkan permainan tradisional daerah, selain anak mempunyai variatif permainan juga untuk mewariskan khazanah budaya yang berjuta pesona.

Untuk memfasilitasi anak agar memiliki kesempatan bermain yang cukup, pendidikan anak usia dini salah satunya dikembangkan dengan menggunakan metode sentra dan lingkaran yang diadopsi dari metode BCCT (Beyond Centre and Circle Time). Dalam metode ini, pembelajaran dibagi dalam bentuk sentra. Salah satu sentra yang ada adalah sentra persiapan. Sentra ini merupakan ”bengkel kerja” bagi anak-anak guna mengoptimalkan kemampuan keaksaraan pada anak sejak dini.

(salam., Widya Ayu)

Senin, 14 November 2011

Pendidikan Karakter, Membangun bukan Mengisi “Form Not Furnish”


Saat ini, bangsa kita sepertinya sedang berada dalam sebuah titik kritis menuju kehilangan jati diri. Banyak sekali peristiwa di tanah air yang menunjukkan fenomena tersebut. Generasi muda larut dalam kesenangan duniawi, korupsi merajalela, perbedaan berujung pertikaian, perselisihan berujung pada hilangnya nyawa, tawuran pada masyarakat akademik, anak-anak tidak lagi mengenal budaya bangsanya, bahkan, banyak di antara kita yang lupa, bahwa kita tumbuh, berkembang, hidup, makan, minum dan bernafas di bumi pertiwi. Apakah gerangan yang sedang terjadi? Apakah bangsa ini memang sedang menuju kehancuran, atau bangsa ini sedang dijajah perlahan-lahan untuk kemudian dilenyapkan dari percaturan dunia? Itulah pertanyaan mendasar, yang tidak sekedar memerlukan jawaban, tetapi membutuhkan perenungan mendalam dari nurani kita masing-masing.
Kita semua pasti tidak menginginkan bangsa ini tenggelam perlahan-lahan. Sungguh sebuah tragedi bila itu yang terjadi. Sebuah bangsa besar yang diperjuangkan dengan darah dan airmata, hilang begitu saja, hanya karena pewaris negeri ini lupa akan jati diri bangsa, lupa akan nilai-nilai luhur bumi pertiwi. Sebelum semuanya terjadi, kita patut segera sadar diri. Membangun kembali diri kita, mengangkat kembali harkat dan martabat bangsa ini. Negeri ini negeri yang luhur, memiliki tata nilai yang beradab, memiliki masyarakat yang santun, memiliki kekayaan yang melimpah. Inilah harta kita, pusaka yang wajib kita jaga bersama. Saat ini, tidak ada kata tidak, dan tidak lagi bisa ditunda, yang harus dilakukan adalah membangun kembali karakter bangsa melalui pendidikan karakter yang tepat. Pendidikan karakter saat ini adalah kebutuhan yang bersifat “darurat”. Semua elemen bangsa harus melakukan.
Pendidikan karakter bukan sekedar penanaman nilai-nilai kognitif, bukan sekedar pengetahuan, tetapi harus merupakan sebuah proses internalisasi. Proses internalisasi merupakan proses panjang, yang berjalan secara perlahan-lahan, sehingga menghasilkan sebuah produk yang berkualitas, yaitu karakter mulia. Proses internalisasi tidak bisa diajarkan, tetapi dilakukan melalui keteladanan dan pembiasaan.
Keteladanan memiliki peran yang luar biasa dalam penanaman karakter. Ibarat menanam pohon, keteladanan adalah tanah yang subur tempat semua tanaman bisa tumbuh, hidup dan berkembang, kemudian semua tanaman ini memberikan kemakmuran bagi makhluk hidup yang lainnya. Keteladanan dapat dilakukan oleh semua orang, semua elemen, dimanapun dan kapanpun belajar. Keteladanan memberikan “role model” bagi sebuah karakter mulia. Akan tetapi, keteladanan inilah yang pada saat ini sangat sulit ditemukan di negeri ini.
Keteladanan hampir menjadi barang langka di bumi tercinta ini, dan mungkin sama langkanya dengan spesies langka lainnya yang ada di muka bumi ini. Ketika kita berada di jalan, kita dapat mengamati, berapa banyak yang berlaku santun, berapa banyak yang berlaku disiplin, berapa banyak yang menghormati pejalan kaki, berapa banyak tidak buta huruf atau buta tanda atau buta warna? Ketika kita berada dalam sebuah zona pekerjaan, berapa banyak yang memiliki kinerja baik, berapa banyak yang memiliki komitmen dan konsistensi, berapa banyak yang mampu membangun sinergitas, berapa banyak yang mampu mendengarkan dengan baik, berapa banyak yang berpikiran terbuka? Ketika kita berada dalam sebuah antrian, berapa banyak yang mengantri dengan tertib, berapa banyak yang menaati aturan antrian. Ketika kita berada dalam sebuah keluarga, berapa banyak orangtua yang sanggup menjadi pendengar yang baik, berapa banyak orangtua yang memiliki komitmen, berapa banyak orangtua yang bisa menghargai anak-anaknya, berapa banyak orangtua yang konsisten terhadap aturan dalam keluarga? Kalau kita menjawab, banyak sekali, sungguh sesuatu yang luar biasa, karena itu menunjukkan bahwa bangsa ini masih ada. Karakter bangsa ini masih tertanam, tetapi bila jawabannya adalah sebaliknya, ini adalah bencana yang luar biasa. Akan tetapi, tidak ada kata terlambat, saat inilah, kita bersama-sama, harus bangkit, menguatkan kembali nilai-nilai karakter mulia yang kita miliki sebagai harta karun, yang harus kita gali kembali.
Pendidikan karakter sesungguhnya adalah membangun struktur pikiran bukan memgisi pikiran dengan nilai-nilai artifisial, sehingga nilai-nilai mulia terbentuk dalam pikiran setiap individu. Keteladanan memiliki kekuatan moral untuk membangun struktur pikiran. Hal ini sejalan dengan cara otak kita bekerja. Otak kita bekerja dengan dua cara, yaitu template dan transkripsi.
Ketika template berproses, cara bekerjanya tidak terpengaruh lingkungan. Hal-hal yang termasuk template antara lain refleks. Refleks bekerja secara spontan, menanggapi stimulus secara spesifik. Ketika otak bekerja dengan cara transkripsi, maka prosesnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Yang termasuk dalam hal ini adalah kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Kebiasaan ini sangat dupengaruhi oleh lingkungan, antara lain keteladanan dan pembiasaan itu sendiri.
Pembiasaan dalam rangka membentuk karakter mulia hendaknya dilakukan sejak dini. Ibarat menanam tanaman, sekali lagi, pembiasaan adalah pupuk yang baik. Pupuk yang baik mampu menjadikan tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik. Pupuk inilah yang harus selalu diberikan. Pembiasaan yang baik akan dibawa hingga kelak dewasa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Piaget, bahwa pengalaman masa kecil memiliki pengaruh ketika anak dewasa. Pengalaman ini salah satunya adalah pembiasaan.
Pembiasaan yang baik sejak dini membentuk pribadi-pribadi berkarakter luhur yang akan menjaga pusaka Indonesia. Apabila sejak dini anak terbiasa dengan perilaku mulia, seperti  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, disiplin, tanggung jawab, memiliki komitmen, mendengarkan orang lain, hormat, santun, cinta tanah air, kerja keras, mandiri, berpikiran terbuka, tangguh, dan berani mengambil risiko, demikian pulalah ketika kelak tumbuh menjadi remaja atau dewasa.
Nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki esensi yang luar biasa dalam perkembangan anak di masa depan. Menanamkan nilai-nilai ketaqwaan berarti membangun generasi yang memiliki keimanan. Keimanan yang ditanamkan sejak dini diharapkan dapat membentuk generasi yang selalu dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan yang luhur. Hal ini ditumbuhkan sejak diri melalui pengenalan terhadap sifat-sifat Tuhan, pengenalan tata cara ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing melalui praktek, cerita, gambar dan aktivitas lainnya, pembiasaan berdoa sebelum melakukan aktivitas, pengenalan terhadap kebesaran Tuhan melalui ciptaan-ciptaanNya, dan sebagainya.
Nilai-nilai kejujuran ditanamkan melalui pembiasaan berkata yang baik dan benar, mengakui perbuatan dan hasil dari perbuatan, menanggung risiko atas tindakan. Berbagai aktivitas yang dikembangkan antara lain bermain dalam kelompok, rekreasi pendidikan ke berbagai pusat perbelanjaan.
Nilai-nilai kedisiplinan berkaitan dengan pemahaman dan implementasi berbagai aturan, norma yang berlaku secara universal di masyarakat. Nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui pembiasaan  dalam berbagai aktivitas, seperti budaya antri, mengembalikan barang sesuai dengan tempatnya, merapikan peralatan pribadi, menaati waktu belajar atau bermain, menaati peraturan sederhana dalam keluarga atau sekolah dan sebagainya.
Pada dasarnya, pada setiap aktivitas anak dilakukan pembiasaan karakter mulia, sehingga akan terinternalisasi yang kelak terwujud dalam pribadi mulia di masa depan.


Terima kasih atas cintamu, Bunda
Terima kasih atas dukunganmu, Ayah
Semua itu membuat aku tumbuh
Terus tumbuh
Dan sanggup menghadapi kerasnya dunia

MEMBANGUN MODEL PERILAKU BAGI ANAK


Aku telah berusaha
Namun semua belumlah cukup
Yang aku tahu hanya satu, bahwa aku mencintaimu
Cintaku luas tanpa batas
Bahkan samudera tak sanggup melukiskan

Namun aku tak mampu mengungkapkannya
Maafkanlah aku, sayang
Waktu terus melaju
Bagai angin yang terus menghembus

Dan aku telah menjadi renta
Engkau tumbuh begitu cepat
Hingga saatnya engkau jauh dari pelukku

Maafkanlah aku, sayang
Bila memintamu terlalu banyak
Dan aku memang tak berhak meminta banyak darimu
Namun cukup satu pintaku,
Bila aku telah pergi, berikan doamu yang paling tulus
Anakku sayang


Dunia terus berputar, menjadi hari-hari yang penuh dengan aneka warna. Bocah cilik tumbuh semakin besar, dan menjadi anak-anak yang menghiasi dunia. Di dalam perjalanan hidupnya, orangtua turut mengukir nurani dan raganya.
Sebagai orangtua, kitalah model utama dan pertama bagi anak-anak, baik dalam hal bersikap, bertindak maupun bertutur kata. Otak anak memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyerap berbagai informasi dari lingkungan tempat dia hidup, tumbuh dan berkembang. Segala hal yang dilihat dan didengar anak merupakan masukan bagi otak yang akan dimanifestasikan dalam tingkah laku, sehingga setiap anak hendaknya berada dalam lingkungan yang kondusif dan positif agar dapat berkembang secara optimal, baik dalam hal bertutur kata, bersikap maupun bertindak.
Di sinilah orangtua memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan perilaku anak. Orangtua yang secara efektif menunjukkan perilaku positif akan memudahkan anak untuk meniru perilaku positif, demikian pula sebaliknya. Maka jadilah model bagi anak anak kita, model yang baik tentunya.

(Salam, Widya Ayu)

Membangun Komunikasi Efektif


Hari ini kelompok bermain berkunjung ke KRI yang ada di daerah Surabaya Utara. Anak begitu senang melihat berbagai jenis dan ukuran kapal yang sedang berlabuh. Mereka bercanda dan berceloteh riang mengenai kapal-kapal tersebut. Sungguh menyenangkan melihat anak-anak yang riang gembira.

Udara memang cukup panas. Matahari bersinar sangat terang, hingga kami semua kegerahan, terutama para orangtua dan guru. Namun hal ini tampaknya tidak mengurangi keceriaan anak-anak. Mereka tidak menghiraukan teriknya matahari dan panasnya udara. Mereka terus berlarian kian kemari.Namun demikian, ada beberapa orangtua yang ternyata kurang begitu sabar menghadapi kegembiraan dan keingintahuan anak.
Saya mendengar Ani berkata kepada ibunya, “Bu, ayo kita ke sana... Aku mau lihat patung besar itu lho... Ayo, bu...” Ani merengek sambil menarik-narik tangan ibunya, lalu ibunya menjawab (sambil mengerutkan dahi),”... Aduh... Nih anak nakal banget seh... Nggak tahu panas ya? (Ibu membentak Ani supaya diam). Ani pun terdiam tanpa berani merengek lagi. Wajah Ani tampak murung dan tak lepas dari patung besar yang ada di kejauhan. Saya sedih melihat Ani yang terdiam karena jawaban ibunya yang kurang bersahabat.

Tak lama, saya mendengar Anto menangis. Saya menoleh. Saya melihat ibunya marah-marah, karena ternyata Anto  berlarian ke sana kemari. Ibunya mengatakan (sambil membentak), “... kamu kok nakal sih, diam kenapa? Nggak bisa, ya...” Ibunya kemudian menarik tangan Anto dan menyuruhnya duduk diam, sementara dia ingin berlari ke arah teman-temannya yang sedang melihat kapal. Saya menarik napas panjang.

Betapa mudah orangtua memberikan label  nakal kepada anak-anak. Sangat mudah. Setiap keinginan atau perilaku anak yang tidak sesuai dengan kehendak orangtua diberikan label nakal. Label nakal ini seorang terlukis pada dahi anak, dengan tinta merah yang tebal.

Kita mungkin lupa, bahwa label ini berpengaruh terhadap perkembangan anak. Label ini memberikan indikasi pada diri anak bahwa dia nakal dan apabila diulang secara terus menerus akan menguatkan citra diri yang negatif  pada anak. Selain label nakal, ada sederetan label lainnya yang biasanya diberikan kepada anak, seperti bandel, cerewet, tidak bisa diatur, pemarah, cengeng dan sebagainya.

Pemberian label semacam inilah yang sebaiknya dihindari, terutama ketika kita berkomunikasi dengan anak. Kita hendaknya mengembangkan komunikasi positif dengan anak. Komunikasi yang positif dapat membangun citra diri anak yang positif pula.

Di samping itu, komunikasi yang positif dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berinteraksi secara positif pula, membangkitkan kreativitas, imajinasi, hubungan sosial dan mengembangkan daya pikir anak.
Sebagaimana kasus Ani di atas, bila orangtua mengembangkan komunikasi positif dengan memberikan pengertian bahwa udara sangat panas dan sebaiknya berteduh, akan membangun pengertian dan daya pikir anak, bahwa ketika cuaca panas, sebaiknya kita berlindung, karena sinar matahari kurang baik bagi tubuh kita saat itu. Atau dengan mencoba membangun pemahaman bahwa anak boleh melihat patung, tetapi menuju ke sana dengan berjalan pelan-pelan karena orangtua sudah kelelahan, akan membangun rasa empati pada anak.
Kita tidak akan pernah tahu, apa yang akan ditemukan oleh anak ketika dia mengamati patung dari dekat. Mungkin saja akan terbangun pengetahuan dan pengalaman baru yang berharga bagi anak, dan mungkin ini sesuatu yang luar biasa. Kita tidak akan pernah tahu, sampai anak betul-betul melakukan pengamatan dari dekat.

Demikian pula dengan kasus Anto di atas. Keingintahuannya terhadap kapal mungkin bisa membangun berbagai hal baru yang berguna. Pengamatannya terhadap kapal mungkin akan memberikan dasar-dasar sains yang berharga.

Sungguh, kita sebagai orangtua perlu mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan putra-putri kita. Komunikasi inilah yang akan membuat hubungan kita terjalin erat dengan mereka hingga mereka dewasa kelak. (Salam, Ayu).

Kau tinggalkan aku
Ketika aku ingin engkau rengkuh
Maka, jangan kau salahkan aku,
Bila aku pergi, ketika engkau ingin aku rengkuh

BAHASA CINTA


Cinta bukankah cinta, hingga  kita membagikannya kepada dunia

Allah SWT menciptakan manusia dengan kesempurnaan yang luar biasa. Kesempurnaan itu salah satunya terwujud dalam makhluk mungil yang bernama BAYI. Bayi merupakan karunia Illahi yang terindah, yang dititipkan kepada setiap orangtua agar dicintai, dirawat dan dididik menjadi manusia paripurna yang berguna bagi sesama dan dunia.
Dari hari ke hari, makhluk mungil itu tumbuh dan berkembang. Tawa dan tingkahnya yang lucu senantiasa menggetarkan dunia dan nurani setiap insan yang berada di dekatnya. Semakin hari, kebutuhannya bertumbuh, keinginannya untuk memahami  dunia semakin berkembang, sehingga banyak orangtua kebingungan untuk menyikapi dan memenuhinya.
Sang bayi belum mampu secara utuh mengkomunikasikan kebutuhannya kepada orangtua, sehingga diperlukan kepekaan setiap orangtua untuk untuk memahami. Dalam perjalanannya, banyak hal yang kurang atau bahkan tidak dipahami orangtua.
Ketidakpahaman bisa berbalik menjadi kesedihan, bahkan tragedi. Makhluk mungil tidak lagi tertawa ceria, namun menangis tiada henti. Orangtua menjadi panik, karena tak mampu mengatasi, sementara dunia menuntut terlalu banyak kepada orangtua. Merawat sang bayi, memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, persaingan dalam dunia kerja, lingkungan yang tidak mendukung, adalah sebagian kecil dari tuntutan terhadap orangtua. Lalu, bagaimanakah seharusnya? Apa yang harus dilakukan?
Sesungguhnya, makhluk mungil tersebut hanya memerlukan satu hal dalam hidupnya. Satu hal yang berada dalam jiwa paling dalam, yaitu CINTA. Cinta yang sepenuh hati, bukan setengah hati atau bahkan tanpa hati. Cinta yang tulus, terungkap dalam BAHASA CINTA yang ikhlas, tanpa dibuat-buat dan tanpa imbalan. Cinta inilah yang akan membuat sang bayi terus tumbuh dan berkembang serta siap menghadapi dunia.
Ketika CINTA terlimpah kepada sang bayi, sel-sel sarafnya yang mungil dan terus berkembang, menerima sinyal positif, yang dapat memberikan ketenangan, keamanan dan kenyamanan. Kondisi inilah yang memungkinkan terstimulasinya seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan, hingga menjadi anak yang memiliki kecerdasan luar biasa.
CINTA adalah fondasi utama kehidupan sang bayi. Cinta orangtua mampu mengatasi segala rintangan yang mungkin dihapai oleh sang bayi sepanjang rentang kehidupannya. Cinta adalah kekuatan utama untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Lalu, bagaimanakah bahasa cinta diungkapkan? Bahasa cinta diungkapkan melalui kejujuran, kelembutan, dan kepedulian dalam bentuk kehalusan budi bahasa dan perilaku. Dengan demikian, bahasa cinta ditunjukkan dalam bentuk pola pikir, pola sikap, pola bahasa dan pola perilaku, secara eksplisit.
Pola pikir tersembunyi dari diri setiap orang, mewujud dalam pemikiran dan persepsi  tentang kehadiran sang bayi dalam sepenggal kehidupan kita sebagai orangtua. Apakah sang bayi adalah anugerah, pengganggu privasi atau tak diharapkan kehadirannya, ada dalam pola pikir kita masing-masing, sehingga membentuk pola sikap kita terhadap sang bayi. Apakah kita tanggap terhadap kebutuhannya, mengabaikan atau bahkan melalaikan, tergantung pada pola sikap kita.
Pola bahasa terwujud dalam tutur kata kita sehari-hari. Ketika kita dihadapkan dengan pertanyaan, seberapa banyakkah dalam sehari kita mengucapkan :”Aku sayang kamu”, “Aku cinta kamu”, apakah kita dengan jujur berani mengatakan, “Setiap saat” atau bahkan “Tidak pernah sama sekali”. Cinta harus diungkapkan, agar kita tidak lupa bahwa kita selalu mencintainya, dan bahwa sang bayi juga tahu, bahwa dunia bahagia menyambut kehadirannya dengan limpahan cinta tanpa batas.
Pola tindakan terwujud dalam perilaku kita ketika berinteraksi dengan sang bayi. Ini adalah tindakan nyata, bisa berupa pelukan, ciuman, atau bentuk-bentuk perilaku yang lain, dan bisa jadi kita menunjukkan perilaku negatif, misalnya mencubit, memukul, yang dapat melukai sang bayi, baik secara fisik maupun psikis. Perilaku negatif inilah yang harus dihindari.
Melalui tulisan ini, saya ingin menggugah nurani setiap orangtua, karena pada dasarnya, kita semua adalah orangtua, baik orangtua biologis dari anak-anak kandung kita, maupun orangtua sosial dari setiap anak yang berada di lingkungan kita. Setiap orangtua adalah pendukung utama bagi setiap bayi dalam menapaki belantara kehidupan. Bila kita menampilkan perilaku positif, maka akan menciptakan spiral positif. Spiral positif inilah yang mampu mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik. Spiral positif adalah lingkaran cinta dalam setiap nurani. Setiap CINTA akan menumbuhkan cinta yang lain, yang jauh lebih kokoh.
Sebaliknya, perilaku negatif akan menciptakan spiral negatif. Spiral negatif hanya akan mewujudkan dunia yang semakin carut marut, masa depan yang kacau dan kehidupan yang semakin tidak seimbang. Spiral negatif hanya akan menciptakan masyarakat yang kurang atau bahkan tidak beradab. Tentunya kita tidak ingin ini terjadi, karena masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat yang berada di tepi jurang kehancuran yang sangat curam.
Jadi, marilah kita mulai dari diri kita sebagai orangtua. Tebarkanlah bahasa CINTA kepada setiap bayi, sehingga mereka juga akan menebarkan bahasa CINTA kepada dunia. CINTA adalah dalam nurani setiap orangtua, karena pada dasarnya setiap orangtua memiliki fungsi luhur, hanya tinggal memanifestasikan dalam pola pikir, pola sikap, pola bahasa dan pola perilaku.

Kita tidak dapat menunggu hingga esok tiba. Hari ini, detik ini, kita harus memulai. Bayi-bayi kita adalah hari ini. Badannya dibentuk, jiwanya diukir. CINTA tidak dapat ditunda, karena penundaan hanya akan membuat cinta kehilangan makna hakikinya. MARI BERSAMA-SAMA KITA MULAI DETIK INI JUGA. Semoga kita menjadi orangtua yang kokoh dalam menebarkan cinta kepada dunia. (Salam Cinta... Ayu)

Cinta adalah pengorbanan dan perjuangan yang tiada henti.
Cinta memancarkan cahaya dan energinya kepada semesta tanpa pamrih.

MEMBANGUN KEMANDIRIAN ANAK



Pagi itu anak-anak sedang berada dalam suasana bermain di dalam kelas. Semua anak asyik dengan permainannya masing-masing. Akan tetapi, ada hal yang menarik pada satu anak perempuan, Ani, yang berusia sekitar 4 tahun. Dia berlari keluar kelas. Saya mencoba mencari tahu kemana dia pergi. Ternyata dia menuju ke rak sepatu dan mengambil kaos kaki. Setelah itu, dia duduk di depan pintu dan memanggil seorang temannya yang berada di dalam kelas.

Temannya juga perempuan, dan berusia sekitar 5 tahun. Temannya kemudian menghampirinya. Anak tersebut meminta temannya untuk memakaikan kaos kaki, dan ternyata mau. Dia berusaha memasukkan kaos kaki ke kaki Ani. Saya kemudian menghampirinya, dan bertanya, “Ani mau memakai kaos kaki?” Ani pun menjawab singkat, “Ya, bunda?” Saya kemudian berkata lagi, “Ani bisa memakai kaos kaki sendiri, kan?” Ani menggeleng sambil berkata’ “Tidak bisa, Bunda?” “Kamu pasti bisa”, saya berkata lagi. Dia menggeleng lagi. “Kamu pasti bisa. Ayo kita coba bersama”. Dia kemudian menggangguk, dan mencoba mengenakan sendiri. Temannya kemudian menjauh.

Luar biasa, ternyata dalam beberapa menit Ani bisa mengenakan kaos kaki dan SEMPURNA. Saya mengacungkan jempol, dan berkata, “Luar biasa upaya yang sudah kamu lakukan. Bunda betul-betul bangga”. Ternyata, memandirikan anak tidak terlalu sulit, dan bisa dimulai dari hal-hal kecil yang sederhana.

Pandanglah aku,
Percayailah aku,
Dukunglah aku,
Maka aku pasti bisa,
Bahkan melakukan hal-hal yang paling sulit sekalipun

PENGANTAR


Halo semuanya...

Saya ingin memperkenalkan blog baru saya yang bertajuk “Adversity Response for Childrens ”. Blog ini berisikan berbagai hal tentang anak usia dini, mulai dari permasalahan, pengetahuan dasar maupun berbagai pengalaman yang berkaitan dengan dunia anak usia dini.

Saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan banyak orang, terutama orangtua, pemerhati anak, para praktisi di bidang pendidikan anak usia maupun para profesional di bidang anak usia dini.
Dunia anak usia dini adalah dunia yang menarik dan belum banyak dipahami oleh orang dewasa, meskipun setiap orang dewasa pasti pernah menjadi anak usia dini, dengan beragam pengalaman masa kecil, mulai dari yang paling menyenangkan hingga yang paling menjengkelkan.

Usia dini merupakan usia emas (golden period). Pada usia inilah diletakkan dan dibangun dasar-dasar kehidupannya kelak. Seluruh aspek fisik dan psikisnya dikuatkan, hingga diharapkan kelak menjadi manusia dewasa yang paripurna, memahami dunia dan berguna bagi masyarakat.
Untuk menjadi pribadi dewasa yang paripurna, anak perlu diasuh dengan pola yang tepat. Pola asuh yang tepat berkaitan dengan stimulasi fisik dan psikis yang tepat, dan berkaitan dengan pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak, kesehatan, gizi, dan pendidikan.

Salah satu aspek yang perlu dibangun sejak dini adalah ketangguhan. Ketangguhan inilah yang saya sebut sebagai adversity response (kemampuan menghadapi kesulitan). Anak yang memiliki adversity response baik, cenderung memiliki kesehatan fisik dan psikis yang baik. Anak yang demikian dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Anak yang tumbuh dan berkembang secara optimal diharapkan dapat beradaptasi dengan baik, memiliki karakter bangsa yang luhur, sehingga menjadi generasi yang mampu membawa nama bangsa ke percaturan internasional dan menjadi bangsa yang besar, yang diperhitungkan oleh dunia global.  Inilah harapan kita semua.

Hal-hal inilah yang akan banyak juga dibahas dalam blog ini.
Mudah-mudahan blog ini memberikan manfaat dan berbagai informasi penting seputar pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup anak. (Salam, Ayu)