Kamis, 06 Februari 2020

MERDEKA BERMAIN DAN BELAJAR DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia sejak lahir hingga 6 tahun, yang dapat dilaksanakan di satuan pendidikan maupun dalan keluarga dan lingkungannya. Pendidikan anak usia dini ditujukan untuk menyiapkan anak agar siap memasuki jenjang pendidikan dasar serta kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, sesungguhnya, pendidikan anak usia dini merupakan suatu proses pembangunan fondasi – apabila kita ibaratkan membangun suatu gedung, fondasi harus kokoh, agar siap terhadap segala situasi ketika sudah berdiri menjadi sebuah gedung.

Fondasi ini sesungguhnya adalah karakter, sehingga pendidikan anak usia dini merupakan proses penanaman dan pembentukan karakter unggul serta mulia, agar kelak anak akan siap menghadapi berbagai perubahan, tuntutan, maupun tantangan di masa depan. Proses pembangunan karakter dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan dan berbagai kegiatan main, baik di keluarga, lingkungan, maupun satuan PAUD.

Di satuan PAUD, proses penanaman karakter berlangsung sepanjang waktu, setiap hari, sepanjang tahun, melalui berbagai aktivitas bermain. Aktivitas bermain merupakan salah satu pilihan tepat, karena dunia anak adalah dunia bermain, sehingga dengan bermain, anak akan gembira. Manakala anak gembira, maka akan dengan mudah menyerap berbagai informasi, dengan demikian, anak belajar. Belajar dalam situasi gembira akan memudahkan anak untuk menerima dan memproses serta mempergunakan kembali berbagai informasi yang diterima melalui pancaindera. Dengan demikian, kecerdasan anak terstimulasi dengan baik.

Agar anak belajar dengan gembira, aktivitas yang dilakukan bermain yang bermakna. Bermain yang bermakna berarti memenuhi ciri-ciri bermain. Ciri-ciri bermain antara lain menyenangkan, sukarela, spontan, fleksibel, aktif, mengutamakan proses bukan hasil akhir, melibatkan sebagian besar organ tubuh. Ketika suatu aktivitas tidak menunjukkan ciri-ciri tersebut, maka dapat dikatakan bukan bermain, atau, bermain tetapi tidak merdeka. Pertanyaannya, sudahkah anak-anak kita merdeka dalam bermain dan belajar, terutama ketika berada di satuan PAUD? Anak-anak yang merdeka akan berkembang potensinya secara optimal.


Merdeka Bermain dan Belajar


Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini sesungguhnya telah memiliki “ruh” merdeka belajar. Anak diberi kebebasan untuk bereksplorasi, melakukan pengamatan, percobaan, menanya, sehingga mendapatkan berbagai pengayaan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan hidup. Hal ini tampak betul dari pendekatan saintifik melalui bermain. Pendekatan ini memberikan kesempatan yang luas bagi anak untuk mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengomunikasikan. Mengamati memungkinkan anak untuk memperkaya pengetahuan dan pengalamannya melalui kegiatan mengindera (melihat, menghidu, mendengarkan, merasa, meraba). Dengan demikian, selain mendapatkan banyak informasi melalui pancaindera, kepekaannya pun secara tidak langsung terstimulasi. Menanya memungkinkan anak usia ini mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, disamping juga membangun kecakapan berbahasa. Mengumpulkan informasi sebenarnya sudah dilakukan sejak mengamati dan menanya, akan tetapi, pada fase ini, anak menggali lebih dalam informasi yang ingin diketahuinya, dan belum menemukan jawabannya pada saat mengamati maupun menanya. Menalar merupakan suatu proses kognitif untuk menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang baru saja didapat dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki oleh anak. Kemampuan anak untuk menalar ditunjukkan dengan kecakapan untuk mengelompokkan atau membuat klasifikasi, membandingkan, membedakan, membuat urutan atau seriasi. Mengomunikasikan merupakan kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, ide, gagasan, imajinasi anak, baik secara verbal maupun non verbal. Secara verbal, anak dapat melakukannya secara lisan, misalnya dengan bercerita. Secara non verbal, anak dapat mengekspresikan dalam bentuk hasil karya, misalnya dalam bentuk coretan, gambar, lukisan, desain benda/bentuk tertentu, dan sebagainya.

Pendekatan saintifik tersebut membangun dan mengembangkan keingintahuan anak, serta mendorongnya untuk menemukan berbagai hal yang ingin diketahuinya. Inilah pembelajaran inkuiri (inquiry learning). Pembelajaran inkuiri memungkinkan anak membuat koneksi yang terintegrasi di antara banyak hal. Anak berpartisipasi aktif dalam kegiatan bermain. Anak adalah subyek, sehingga pembelajaran yang dilakukan berpusat pada anak.

Oleh karena itu, pendidik ditantang untuk mampu merangsang kecakapan berpikir kritis dan memfasilitasi anak, dengan menyiapkan beragam kegiatan main yang dapat dipilih oleh anak, serta alat dan bahan main yang tepat, yang dapat dikreasikan dan dimanipulasi oleh anak. Anak merdeka untuk bermain dan belajar.

Akan tetapi, seringkali, bukan demikian kenyataan yang terjadi. Anak seringkali sangat dibatasi oleh waktu ketika bermain dalam satu ragam main, dan sebelum anak tuntas bermain, diharuskan pindah ke kegiatan main yang lainnya, yang sudah disiapkan, sehingga, dalam satu kali pertemuan, anak harus memainkan seluruh ragam main yang sudah disiapkan, meskipun mungkin tidak berminat. Kalau sudah demikian, maka, apakah anak-anak kita sudah merdeka dalam bermain dan belajar. Di banyak tempat, kita dapat mengatakan bahwa mereka belum merdeka dalam bermain dan belajar.

Belum lagi, di berbagai satuan PAUD, anak masih dituntut untuk mengerjakan dan menyelesaikan LKS, bahkan diberi pekerjaan rumah (PR). Anak juga dituntut untuk menghafalkan sejumlah materi, yang seringkali tidak sesuai dengan tahap perkembangannya. Tuntutan ini ditambah pula dengan keharusan untuk mampu membaca, menulis dan berhitung sebelum anak siap. Sungguh, kemerdekaan dalam bermain dan belajar tak lagi dimiliki oleh anak usia dini. Ketika anak tidak dibebani dengan berbagai tuntutan yang sesungguhnya belum sesuai dengan tahap perkembangannya, maka saat itulah kemerdekaan dalam bermain dan belajar terjadi. Oleh karena itu, perlahan-lahan, paradigma kita dalam melaksanakan pendidikan anak usia dini harus mulai berubah. Anak hendaknya diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seluas-luasnya. Peran pendidik adalah sebagai motivator dan fasilitator.

Dengan demikian, merdeka dalam bermain dan belajar dalam konteks pendidikan anak usia dini, berarti bahwa :

1. Anak memiliki kesempatan untuk memilih aktivitas main sesuai dengan minat dan kebutuhannya
2. Anak tidak dibebani untuk menyelesaikan lembar kerja, yang bahkan kemudian dijadikan sebagai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan
3. Anak memiliki kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan teman sebaya, anggota keluarga, guru dan orang dewasa lainnya di lingkungan sekitar
4.    Anak memiliki kesempatan untuk membuat alat permainannya sendiri
5. Anak memiliki akses yang luas terhadap material yang terbuka, yang dapat dimanipulasi, diubah, dikreasikan oleh anak, sesuai dengan ide, pikiran, gagasan dan imajinasinya.
6.    Anak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, ide, gagasan, dan imajinasinya
7. Anak diberi kesempatan untuk lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan, alam dan benda-benda nyata
8.    Anak memiliki kesempatan untuk mengamati, bertanya, mencoba dan mencipta
9. Pembelajaran lebih mengutamakan proses, karena hal ini penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran diarahkan pada penanaman karakter dan pembekalan kecakapan hidup dasar.
10.Peran pendidik adalah sebagai motivator, fasilitator, pemberi inspirasi, pemberi pijakan/dukungan bagi kebutuhan pengembangan potensi, pertumbuhan dan perkembangan.

Kesimpulan

       Anak memerlukan lingkungan dan situasi yang tepat untuk tumbuh dan berkembang. Sebagaimana biji yang sedang tumbuh, butuh tanah yang subur, air, sinar matahari, udara, dan bahkan pupuk yang memadai.  Tanpa adanya itu, biji tak akan tumbuh menjadi pohon yang kokoh, yang kemudian berbunga dan berbuah. Demikian pula anak, bila lingkungan dan situasi tidak kondusif, maka tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Merdeka dalam bermain dan belajar, itulah yang diperlukan oleh anak.


Surabaya, 07022020

Salam, Widya Ayu P

SIKLUS BELAJAR DALAM KEGIATAN BERMAIN DENGAN MUATAN SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING AND MATHEMATICS (STEM)


Kegiatan bermain dengan muatan STEM merupakan suatu konstruk yang dibuat dalam bentuk ragam kegiatan main yang dirancang dengan memanfaatkan alat dan bahan yang tepat dan terdapat di lingkungan sekitar. Alat dan bahan tersebut dapat dapat dimanipulasi atau dikreasikan oleh anak, sehingga otak anak menjadi aktif dan optimal untuk belajar dengan mengintegrasikan berbagai kecakapan dalam berbagai disiplin ilmu, sehingga memberikan kesempatan kepada anak untuk membangun kemampuan sains, teknologi, rekacipta dan matematika. Dengan demikian anak akan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis dan bertindak kreatif, yang dilihat dari ketercapaian perkembangan aspek nilai agam dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni. Kegiatan main dapat dilakukan dengan memanfaatkan daya dukung yang ada – misalnya lapangan, alun-alun, museum, dan lainnya -  dan diharapkan mampu memberikan keseimbangan kegiatan pada anak, yang pada saat ini sebagian besar didominasi dengan permainan gawai.
Kegiatan main dirancang oleh pendidik, dan disusun  dalam RPPH dengan menggunakan alat dan bahan yang bersifat “open-ended material” atau biasa disebut dengan barang-barang lepas “Open-ended materials” merupakan alat dan bahan yang dapat dimanipulasi oleh anak. Anak bisa saja menggunakan satu atau beberapa jenis, tetapi kemudian menghasilkan banyak hasil karya. Berbagai contoh open-ended materials antara lain :
1.        Bahan-bahan alam, seperti batu, daun, ranting, pasir, tanah liat dan sebagainya
2.        Barang-barang bekas yang aman, seperti ban bekas, kardus bekas, kain perca, dan sebagainya
3.        Barang-barang gagal produksi, sehingga tidak bisa digunakan sesuai dengan fungsinya, misalnya peralatan dapur yang cacat produksi, sandal yang tidak sesuai ukuran, dan lain-lain
Dengan demikian, “open ended materials” bukanlah “toys” atau mainan jadi yang siap dimainkan oleh anak. Anak distimulasi untuk membuat sendiri alat permainannya. Di sinilah kreativitas anak diharapkan berkembang dengan baik.
Bahan-bahan yang tersedia dan dapat digunakan dengan mudah oleh anak (open ended materials) merupakan salah satu bentuk dukungan yang bisa diberikan oleh pendidik, sehingga STEM dapat terintegrasi dalam kegiatan bermain. Dukungan lain yang diberikan oleh pendidik antara lain :
1.        Membangun kepekaan anak, melalui pengamatan dengan menggunakan seluruh panca indera
2.        Motivasi agar anak bersemangat, terlibat dan luas gagasan/ide kreatif melalui berbagai pertanyaan terbuka (open ended questions) atau pertanyaan yang memiliki kemungkinan lebih dari satu jawaban
3.        Suasana yang ramah, interaktif, menyenangkan, yang membuat anak merasa betah, bahagia
Oleh karena itu, dalam implementasinya, kegiatan main yang dirancang ini mengacu pada siklus belajar (learning cycle), yang bersandar pada aliran konstruktivistik. Siklus belajar berpusat pada anak, yang menekankan pada fase-fase belajar, yang setiap fase merupakan sebuah siklus yang tidak prosedural atau tidak mengacu pada tahapan-tahapan baku. Dengan demikian, antar fase dapat saling bertukar, misalnya, seorang anak dapat mulai dari fase 1 – 2 – 3 dan seterusnya, tapi, bisa pula dari fase 2 – 3 – 1, dan seterusnya. Fase-fase ini  terjadi pada anak usia dini ketika bermain. Dalam kegiatan main yang bermuatan STEM, dikenal dengan 6E (emphatized, explore, extend, engage, explain dan evaluate), Pendidik memiliki peran untuk menguatkan dan memperkaya pengalaman anak pada setiap siklus.
Siklus belajar sangat sesuai dengan Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, yang menekankan pada inkuiri, yang pada dasarnya dimulai dari eksplorasi, pengembangan konsep dan ekspansi. Siklus belajar tersebut digambarkan secara skematis sebagai berikut.



Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.    Membangun empati (Emphatized)
Empati adalah kemampuan untuk berbagai dan memahami emosi orang lain. Empati diperlukan agar anak dapat merespons situasi dengan tepat. Emphatized di sini dimaksudkan untuk membangun kepekaan terhadap lingkungan/situasi/kondisi, sehingga dapat memberikan respons yang tepat. Misalnya :
a.      Ketika melihat adanya sampah berserakan, anak dibangun kepekaan untuk mengetahui bahwa hal tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan dan agar dapat merespons dengan tepat, misalnya dalam bentuk berbagai ide untuk mengumpulkannya  atau membuat tempat sampah
b.      Ketika anak diajak mengunjungi teman yang sakit, anak dibangun kepekaannya, agar muncul ide untuk meringankan kesedihan temannya yang sedang sakit.

2.    Melakukan eksplorasi (Explore)
Eksplorasi akan menumbuhkan rasa ingin tahu anak, oleh karena itu, pendidik hendaknya memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan eksplorasi. Kesempatan ini dapat diberikan melalui penyediaan berbagai alat dan bahan yang tepat, yang dapat dieksplorasi oleh anak dengan menggunakan seluruh panca inderanya. Di sisi lain, pendidik juga menyediakan waktu yang cukup bagi anak untuk melakukan eksplorasi. Pada saat anak melakukan eksplorasi, peran pendidik adalah sebagai pengamat dan fasilitator, sementara anak mencari tahu dan mencari jawaban atas rasa ingin tahunya. Pendidik tidak memberi tahu, tetapi memfasilitasi dan memberikan pijakan agar anak menemukan sendiri jawabannya. Bantuan pendidik yang diberikan kepada anak bersifat minimal, sesuai dengan kebutuhan anak.

3.    Memperluas ide/gagasan (Extend)
Pada fase ini, anak memperluas pengetahuan dan pengalamannya, sehingga rasa ingin tahunya semakin kuat. Pendidik dapat memberikan tantangan atau permasalahan sederhana, untuk merangsang ide kreatif anak, serta mendorong anak untuk melakukan investigasi.
Dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu pada STEM, pendidik dapat memberikan tantangan seperti :
a.    Berapa banyak kayu yang dapat kamu susun ke atas sehingga seimbang
b.   Apa yang dapat kamu lakukan untuk mengumpulkan sampah?

Pendidik juga bisa mengajak anak untuk melakukan investigasi agar mendapatkan pengalaman yang lebih kaya, misalnya ketika pendidik dan anak-anak selesai berjalan-jalan di halaman sekolah yang terdapat sampah berserakan, pendidik dapat menanyakan kepada anak seperti :
a.    Apa saja jenis sampah di halaman yang kamu temukan?
b.   Bagaimana mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya?
c.    Untuk apa saja sampah bisa dimanfaatkan?
d.   Apa bahaya dari banyaknya sampah yang berserakan?
e.    Mengapa banyak sampah di halaman?

4.    Menjelaskan (Explain)
Pada siklus ini, anak telah menemukan ide/gagasan, dan menyampaikan kepada pendidik atau teman. Anak saling berbagi ide, sehingga tanpa disadari, anak belajar belajar berbagi, berkomunikasi, menghargai ide orang lain, dan mendengarkan. Pendidik memiliki peran untuk memotivasi anak agar mau dan mampu menyampaikan ide/gagasan.

5.    Terlibat (Engage)
Pada siklus ini, anak merasa nyaman dengan kegiatan yang dilakukan, karena terlibat aktif, sehingga tekun dalam melakukan aktivitas main yang dipilihnya. Pendidik dapat memberikan motivasi sehingga anak semakin terlibat aktif dalam pengalaman belajar, dan dapat mencapai kompetensi dasar. Agar anak terlibat lebih jauh, peran aktif pendidik sangat diperlukan. Peran tersebut antara lain :
a.    Memotivasi anak
b.   Memperluas dan memperkuat ide/gagasan anak
c.    Memperkuat bahasa anak
d.   Menyediakan alat dan bahan yang tepat, yang dapat dipergunakan untuk memperluas ide/gagasan/karya anak

6.    Melakukan evaluasi (Evaluate)
Pada tahap ini, pendidik dan anak melakukan recalling, yaitu mengajak anak untuk mengingat kembali pengalaman belajarnya, termasuk perasaan anak. Selain itu, anak juga diajak untuk melakukan evaluasi terhadap hal-hal yang sudah dilakukan, sehingga mendapatkan sesuatu yang optimal. Contoh :
a.    Anak membuat pesawat terbang dari kertas, ternyata setelah dilempar ke udara, langsung menukik jatuh. Anak diajak melakukan evaluasi untuk memperkirakan penyebabnya dan diberi kesempatan untuk membuat pesawat terbang yang lebih optimal dan dapat melayang lebih lama di udara
b.   Anak sedang membuat berbagai bentuk dari playdough, ternyata bentuk yang dibuat belum dibuat sempurna. Anak diajak berdiskusi untuk memprediksi penyebabnya dan diberi kesempatan untuk membuat kembali (bisa berulang-ulang, sesuai minat anak), sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

Ketika kegiatan bermain pendidik dapat memberikan inspirasi pada anak, sebagai fasilitator dan motivator. Hal ini berbeda dari kegiatan main yang saat ini banyak terjadi, sebagaimana disajikan berikut ini.

Tabel 1.
Perbedaan Antara Kegiatan Bermain Pada Umumnya dengan
Kegiatan Bermain dengan Muatan STEM

No.
Substansi
Kegiatan Bermain
 (Pada Umumnya)
Kegiatan Bermain dengan Muatan STEM
1.
Pusat pembelajaran
Pendidik
Anak
2.
Peran pendidik
Dukungan yang diberikan seringkali terlalu banyak, sehingga kurang mendorong kemandirian
Dukungan diberikan sesuai kebutuhan
3.
Alat dan bahan
a.    Kebanyakan menggunakan mainan jadi, baik yang pabrikan, maupun yang dibuat oleh pendidik
b.    Berbasis kertas dan pensil
a.       Alat dan bahan yang dapat dimanipulasi/dikreasikan atau direkacipta  oleh anak
b.      Alat dan bahan tidak terbatas
4.
Aspek perkembangan
Seringkali lebih menekankan pada aspek kognitif, terutama kemampuan membaca, menulis dan berhitung
Mengembangkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, yang tercermin pada ketercapaian seluruh aspek perkembangan (nilai agama dan moral, fisik motorik, bahasa, kognitif, sosial emosional, seni)
5.
Perencanaan pembelajaran
a.       Program semester
b.       Rencana pelaksanaan pembelajaran mingguan (RPPM)
c.        Rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH)
a.      Program semester
b.     Rencana pelaksanaan pembelajaran mingguan (RPPM)
c.     Rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH)
6.
Pelaksanaan pembelajaran
a.    Pendidik lebih banyak memberikan contoh karya yang harus dibuat oleh anak.
b.   Pendidik lebih banyak memberikan pertanyaan tertutup
a.     Anak memiliki kebebasan untuk mencipta.
b.    Pendidik lebih banyak memotivasi dengan memberikan pertanyaan terbuka
7.
Penilaian perkembangan anak
a.    Penilaian perkembangan anak, seringkali didasarkan atas salah/benar, baik/buruk.
b.   Lebih menekankan pada hasil
a.    Penilaian perkembangan didasarkan pada proses daripada hasil.
b.   Anak diberi kesempatan untuk salah, karena ketika membuat kesalahan anak mendapatkan kesempatan untuk melakukan perbaikan guna mengoptimalkan desain/hasil karya

Dengan demikian, anak memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya. Anak memiliki “kemerdekaan” dalam bermain dan beraktivitas. Pendidik berperan sebagai fasilitator, motivator, pemberi inspirasi (sejauh diperlukan), pemberi dukungan (scaffolding), sehingga anak tumbuh dan berkembang secara optimal.


Surabaya, 06022020

Salam, Widya Ayu

Senin, 03 Februari 2020

MENGAPA KEGIATAN BERMAIN DENGAN MUATAN SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING AND MATHEMATICS (STEM) ?


Perubahan dan perkembangan jaman selalu terjadi, sangat cepat dan pesat, demikian pula pada bidang pendidikan. Perubahan dan perkembangan tersebut harus segera disikapi dengan tepat, sejak pendidikan anak usia dini, sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, dengan kualitas sumber daya manusia yang handal, unggul dan memiliki akhlak mulai.
Pendidikan abad 21 mengalami perubahan yang luar biasa, karena menghadapi tantangan untuk dapat menyiapkan anak di masa depan, yang masa depan itu sendiri tidak dapat diprediksi saat ini. Bisa jadi, tantangan, permasalahan, dan kecakapan yang diperlukan di masa depan, belum terbayangkan pada saat ini. Berbagai bidang pekerjaan yang saat ini ada, bisa jadi di masa depan sudah tidak ada lagi, mungkin juga muncul teknologi baru, yang saat ini belum tergambarkan sama sekali. Oleh karena itu, pendidikan, termasuk pendidikan anak usia dini, perlu mempersiapkan kecakapan dasar untuk menyongsong masa depan. Kecakapan dasar yang dipercayai  diperlukan dimasa depan yaitu kecakapan komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration), berpikir kritis (critical thinking), dan bertindak kreatif (creative). Kecakapan berpikir kritis (critical thinking), dan bertindak kreatif (creative) merupakan komponen dari kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Kecakapan dasar tersebut diintegrasikan dengan berbagai kemampuan, antara lain membaca, sains, teknologi, rekacipta, dan matematika.
Berdasarkan riset internasional melalui PISA (OECD, 2018), yang terkait kemampuan membaca, matematika, dan sains, kemampuan anak Indonesia (usia sekitar 15 tahun), masih berada pada ranking bawah, meskipun sebenarnya sudah menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan. Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun 2012. Berdasar nilai median, capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di tahun 2012 menjadi 350 poin di tahun 2015. Nilai matematika melonjak 17 poin dari 318 poin di tahun 2012, menjadi 335 poin di tahun 2015. Lonjakan tertinggi terlihat pada capaian sains yang mengalami kenaikan dari 327 poin di tahun 2012 menjadi 359 poin di tahun 2015. Peningkatan capaian nilai tengah (median) yang lebih tinggi dari rata-rata (mean) ini merupakan indikator yang baik dari sisi peningkatan akses dan pemerataan kualitas secara inklusif.
Kita harus bergerak cepat mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan, yang salah satunya melalui peningkatan kualitas muatan pembelajaran. Masih rendahnya kecakapan membaca, matematika dan sains, sangat terkait dengan kurikulum yang diberlakukan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Pada saat ini, kurikulum pendidikan yang terintegrasi dengan STEM diyakini mampu menyiapkan anak menyongsong masa depan.  Dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, dengan pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan kegiatan bermain, muatan STEM sesungguhnya secara implisit sudah ada di dalamnya.
STEM merupakan akronim dari Sains (Science), Teknologi (Technology), Rekacipta (Engineering), Matematika (Mathematic). Akan tetapi, ini bukanlah sekedar akronim. Di dalam STEM, terdapat berbagai disiplin ilmu, yang terkait satu sama lain, tidak berdiri sendiri. Istilah STEM itu sendiri sekarang berkembang luas. Ada yang menambahkan dengan A, yaitu Art (Seni), ada yang menambahkan dengan L, yaitu Literacy, ada pula yang menambahkan dengan R, yaitu Religiusitas. Dalam panduan ini akan digunakan STEM, karena seni, literasi dan religiusitas terintegrasi di dalam STEM.
Pesatnya penelitian di bidang neurosains dan perkembangan anak menunjukkan bahwa arsitektur dasar otak anak dikonstruksi melalui suatu proses yang bersifat terus menerus, yang dimulai sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan hingga tutup usia. Sebagaimana membangun sebuah rumah, proses pembangunan dimulai dari membuat fondasi, membuat desain rumah, dan merancang sistem kelistrikan yang aman serta dalam rangkaian yang dapat diprediksi. Pengalaman awal membentuk bangunan/konstruksi otak. Pondasi yang kuat pada usia dini meningkatkan kemungkinan optimalnya perkembangan anak. Membangun interaksi positif untuk mengoptimalkan perkembangan otak pada awal tahun-tahun kehidupannya adalah jauh lebih efektif,  dibandingkan apabila kita lakukan pada tahun-tahun berikutnya, dan bahkan itu akan jauh lebih mahal, karena mungkin saja diperlukan intervensi yang lebih lama dan sulit.
 Lingkungan yang didesain kaya pengalaman, sehingga memberikan banyak stimulasi positif untuk mengembangkan otak, akan sangat berharga bagi anak. Salah satu desain lingkungan yang kaya adalah memberikan kesempatan bagi anak untuk bermain, melakukan eksplorasi, percobaan-percobaan serta mencipta. Dari sinilah awal dari kecakapan anak untuk mengenal dan memperkuat serta menghubungkan lintas disiplin pengetahuan dalam bentuk STEM dimulai. Anak yang terbiasa berpikir secara komprehensif akan mudah untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
STEM ada dimana-mana, dalam setiap sisi kehidupan kita. Di rumah, di sekolah, di lingkungan sekitar, dalam hubungan kita dengan keluarga, teman, dan tetangga. STEM dapat disebut sebagai cara berpikir, tentang bagaimana seharusnya pendidik – termasuk orang tua – seharusnya membantu anak untuk mengintegrasikan pengetahuan lintas disiplin, mendorong anak untuk berpikir dengan cara yang holistik dan terintegrasi satu sama lainnya (Sneideman, 2013). Oleh karena itu, STEM dapat merupakan pendekatan, metode, isi/muatan (content), ataupun aktivitas. Dalam model ini, STEM merupakan muatan/isi dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai muatan pembelajaran, STEM terwujud dalam berbagai aktivitas main yang dirancang oleh pendidik, sehingga muncul kecakapan anak untuk berpikir tingkat tingkat.
Kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS) meliputi kemampuan untuk melakukan analisis, evaluasi, mengembangkan dan mencipta. Kecakapan berpikir tingkat tinggi memungkinkan anak untuk berpikir kritis dan bertindak kreatif, yang terwujud dalam kemampuan untuk menncipta, dan ini adalah sebagian dari keterampilan yang diperlukan pada abad 21, selain komunikasi dan kolaborasi. Kegiatan main yang memiliki muatan STEM, mulai menggeser dari aktivitas yang sarat dengan kecakapan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS), yaitu memahami, menghafal dan menerapkan.
STEM menjadi hal yang penting dalam implementasinya di satuan pendidikan, termasuk PAUD. Pada kenyataannya, belum banyak satuan PAUD yang mengintegrasikan STEM dalam proses pembelajaran, karena berbagai hal, misalnya kurangnya kemampuan pendidik, rendahnya rasa percaya diri pada pendidik, ketidakpercayaan terhadap kompetensi dasar anak, anggapan bahwa integrasi STEM dalam proses pembelajaran membutuhkan biaya mahal, kurangnya dukungan orang tua, karena mengganggap bahwa kemampuan anak hanyalah terkait dengan membaca, menulis dan berhitung guna kesiapan memasuki sekolah favorit, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM dalam setiap aktivitas bermain anak, yang pada dasarnya adalah mengintegrasikannya dengan Kurikulum 2013 PAUD, sebagai bentuk diversifikasi kurikulum secara eksplisit. Pada dasarnya, Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini dengan pendekatan saintifiknya sudah memiliki muatan STEM, dan bahkan, STEM itu sendiri sudah ada dalam kehidupan sehari-hari anak.  STEM sesungguhnya sudah ada dalam banyak aktivitas permainan tradisional yang ada di Indonesia.
Kegiatan bermain yang di dalamnya terdapat muatan STEM pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyenangkan, memberikan anak berbagai pilihan main dan cara untuk memainkan alat dan bahan (melakukan manipulasi/kreasi), melibatkan sebagian besar anggota tubuh, termasuk panca indera, melibatkan imajinasi anak, sehingga kemampuan berpikir kritis dan dan kreatif terbangun. Dengan demikian, integrasi tersebut menunjukkan bahwa ciri-ciri bermain tampak jelas.
Kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM pada dasarnya dapat diberikan sejak anak berada pada jenjang kelompok bermain, dengan kisaran usia anak antara 3-4 tahun, karena karakteristik perkembangan anak pada jenjang kelompok bermain menunjukkan kesiapan untuk bereksplorasi dan beraktivitas secara lebih beragam untuk membangun dasar pengetahuan, teknologi, reka cipta dan matematika. Selain itu kelompok bermain dipilih karena pada usia tersebut terjadi perkembangan penting pada aspek fisik motorik, sensorimotorik, panca indera, dan sosial emosional, terutama pada rasa  ingin tahu, percaya diri, dan sosialisasi. Dengan demikian mengintegrasikan STEM dalam satuan Kelompok Bermain (KB) akan efektif untuk mendukung perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
Kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM pada dasarnya dapat diberikan sejak anak berada pada jenjang kelompok bermain. Hal ini karena karakteristik perkembangan anak pada jenjang kelompok bermain menunjukkan kesiapan untuk bereksplorasi dan beraktivitas secara lebih beragam untuk membangun dasar pengetahuan, teknologi, reka cipta dan matematika. Selain itu kelompok bermain dipilih karena pada usia tersebut terjadi perkembangan penting pada aspek fisik motorik, sensorimotorik, panca indera, dan sosial emosional, terutama pada rasa  ingin tahu, percaya diri, dan sosialisasi. Dengan demikian mengintegrasikan STEM dalam satuan Kelompok Bermain (KB) akan efektif untuk mendukung perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
Kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM akan lebih optimal bila tersedia berbagai fasilitas yang memudahkan anak mengembangkan kemampuan saintis, teknologi, reka cipta dan matematika. Di daerah perkotaan tentunya fasilitas tersebut lebih mudah tersedia. Selain itu kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM diharapkan mampu menarik minat anak agar tidak terpaku pada penggunaan gawai. Hal ini karena banyak anak usia dini yang berada di daerah perkotaan lebih asyik dengan gawai, permainan-permainan yang bersifat individual, serta menggunakan berbagai alat permainan yang siap pakai, sehingga yang kuat adalah lower order thinking skills (LOTS), bukan higher order thinking skills (HOTS).
Kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM akan lebih optimal bila tersedia berbagai fasilitas yang memudahkan anak mengembangkan kemampuan saintis, teknologi, reka cipta dan matematika. Di daerah perkotaan tentunya fasilitas tersebut lebih mudah tersedia. Selain itu kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM diharapkan mampu menarik minat anak agar tidak terpaku pada penggunaan gawai. Hal ini karena banyak anak usia dini yang berada di daerah perkotaan lebih asyik dengan gawai, permainan-permainan yang bersifat individual, serta menggunakan berbagai alat permainan yang siap pakai, sehingga yang kuat adalah lower order thinking skills (LOTS), bukan higher order thinking skills (HOTS). Namun, bukan berarti kegiatan main yang bermuatan STEM hanya bisa dilakukan di daerah perkotaan, tetapi di daerah yang memiliki karakteristik lainnya juga sangat memunhkinkan, karena daya dukungnya yang kaya, seperti perdesaan, pegunungan, pantai dan sebagainya.
Dengan demikian, aktivitas di kelompok bermain lebih menyenangkan, mengasyikkan dan bermakna bagi anak, yang memungkinkan potensi anak berkembang tanpa batas. Pendidik hendaknya senantiasa kreatif dan inovatif dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga anak terlibat aktif. Hal ini penting guna mengembangkan seluruh potensi anak.


Surabaya, 02022020
Salam, Widya Ayu