Senin, 03 Februari 2020

MENGAPA KEGIATAN BERMAIN DENGAN MUATAN SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING AND MATHEMATICS (STEM) ?


Perubahan dan perkembangan jaman selalu terjadi, sangat cepat dan pesat, demikian pula pada bidang pendidikan. Perubahan dan perkembangan tersebut harus segera disikapi dengan tepat, sejak pendidikan anak usia dini, sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju, dengan kualitas sumber daya manusia yang handal, unggul dan memiliki akhlak mulai.
Pendidikan abad 21 mengalami perubahan yang luar biasa, karena menghadapi tantangan untuk dapat menyiapkan anak di masa depan, yang masa depan itu sendiri tidak dapat diprediksi saat ini. Bisa jadi, tantangan, permasalahan, dan kecakapan yang diperlukan di masa depan, belum terbayangkan pada saat ini. Berbagai bidang pekerjaan yang saat ini ada, bisa jadi di masa depan sudah tidak ada lagi, mungkin juga muncul teknologi baru, yang saat ini belum tergambarkan sama sekali. Oleh karena itu, pendidikan, termasuk pendidikan anak usia dini, perlu mempersiapkan kecakapan dasar untuk menyongsong masa depan. Kecakapan dasar yang dipercayai  diperlukan dimasa depan yaitu kecakapan komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration), berpikir kritis (critical thinking), dan bertindak kreatif (creative). Kecakapan berpikir kritis (critical thinking), dan bertindak kreatif (creative) merupakan komponen dari kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Kecakapan dasar tersebut diintegrasikan dengan berbagai kemampuan, antara lain membaca, sains, teknologi, rekacipta, dan matematika.
Berdasarkan riset internasional melalui PISA (OECD, 2018), yang terkait kemampuan membaca, matematika, dan sains, kemampuan anak Indonesia (usia sekitar 15 tahun), masih berada pada ranking bawah, meskipun sebenarnya sudah menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan. Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun 2012. Berdasar nilai median, capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di tahun 2012 menjadi 350 poin di tahun 2015. Nilai matematika melonjak 17 poin dari 318 poin di tahun 2012, menjadi 335 poin di tahun 2015. Lonjakan tertinggi terlihat pada capaian sains yang mengalami kenaikan dari 327 poin di tahun 2012 menjadi 359 poin di tahun 2015. Peningkatan capaian nilai tengah (median) yang lebih tinggi dari rata-rata (mean) ini merupakan indikator yang baik dari sisi peningkatan akses dan pemerataan kualitas secara inklusif.
Kita harus bergerak cepat mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan, yang salah satunya melalui peningkatan kualitas muatan pembelajaran. Masih rendahnya kecakapan membaca, matematika dan sains, sangat terkait dengan kurikulum yang diberlakukan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Pada saat ini, kurikulum pendidikan yang terintegrasi dengan STEM diyakini mampu menyiapkan anak menyongsong masa depan.  Dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, dengan pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan kegiatan bermain, muatan STEM sesungguhnya secara implisit sudah ada di dalamnya.
STEM merupakan akronim dari Sains (Science), Teknologi (Technology), Rekacipta (Engineering), Matematika (Mathematic). Akan tetapi, ini bukanlah sekedar akronim. Di dalam STEM, terdapat berbagai disiplin ilmu, yang terkait satu sama lain, tidak berdiri sendiri. Istilah STEM itu sendiri sekarang berkembang luas. Ada yang menambahkan dengan A, yaitu Art (Seni), ada yang menambahkan dengan L, yaitu Literacy, ada pula yang menambahkan dengan R, yaitu Religiusitas. Dalam panduan ini akan digunakan STEM, karena seni, literasi dan religiusitas terintegrasi di dalam STEM.
Pesatnya penelitian di bidang neurosains dan perkembangan anak menunjukkan bahwa arsitektur dasar otak anak dikonstruksi melalui suatu proses yang bersifat terus menerus, yang dimulai sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan hingga tutup usia. Sebagaimana membangun sebuah rumah, proses pembangunan dimulai dari membuat fondasi, membuat desain rumah, dan merancang sistem kelistrikan yang aman serta dalam rangkaian yang dapat diprediksi. Pengalaman awal membentuk bangunan/konstruksi otak. Pondasi yang kuat pada usia dini meningkatkan kemungkinan optimalnya perkembangan anak. Membangun interaksi positif untuk mengoptimalkan perkembangan otak pada awal tahun-tahun kehidupannya adalah jauh lebih efektif,  dibandingkan apabila kita lakukan pada tahun-tahun berikutnya, dan bahkan itu akan jauh lebih mahal, karena mungkin saja diperlukan intervensi yang lebih lama dan sulit.
 Lingkungan yang didesain kaya pengalaman, sehingga memberikan banyak stimulasi positif untuk mengembangkan otak, akan sangat berharga bagi anak. Salah satu desain lingkungan yang kaya adalah memberikan kesempatan bagi anak untuk bermain, melakukan eksplorasi, percobaan-percobaan serta mencipta. Dari sinilah awal dari kecakapan anak untuk mengenal dan memperkuat serta menghubungkan lintas disiplin pengetahuan dalam bentuk STEM dimulai. Anak yang terbiasa berpikir secara komprehensif akan mudah untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
STEM ada dimana-mana, dalam setiap sisi kehidupan kita. Di rumah, di sekolah, di lingkungan sekitar, dalam hubungan kita dengan keluarga, teman, dan tetangga. STEM dapat disebut sebagai cara berpikir, tentang bagaimana seharusnya pendidik – termasuk orang tua – seharusnya membantu anak untuk mengintegrasikan pengetahuan lintas disiplin, mendorong anak untuk berpikir dengan cara yang holistik dan terintegrasi satu sama lainnya (Sneideman, 2013). Oleh karena itu, STEM dapat merupakan pendekatan, metode, isi/muatan (content), ataupun aktivitas. Dalam model ini, STEM merupakan muatan/isi dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai muatan pembelajaran, STEM terwujud dalam berbagai aktivitas main yang dirancang oleh pendidik, sehingga muncul kecakapan anak untuk berpikir tingkat tingkat.
Kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS) meliputi kemampuan untuk melakukan analisis, evaluasi, mengembangkan dan mencipta. Kecakapan berpikir tingkat tinggi memungkinkan anak untuk berpikir kritis dan bertindak kreatif, yang terwujud dalam kemampuan untuk menncipta, dan ini adalah sebagian dari keterampilan yang diperlukan pada abad 21, selain komunikasi dan kolaborasi. Kegiatan main yang memiliki muatan STEM, mulai menggeser dari aktivitas yang sarat dengan kecakapan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS), yaitu memahami, menghafal dan menerapkan.
STEM menjadi hal yang penting dalam implementasinya di satuan pendidikan, termasuk PAUD. Pada kenyataannya, belum banyak satuan PAUD yang mengintegrasikan STEM dalam proses pembelajaran, karena berbagai hal, misalnya kurangnya kemampuan pendidik, rendahnya rasa percaya diri pada pendidik, ketidakpercayaan terhadap kompetensi dasar anak, anggapan bahwa integrasi STEM dalam proses pembelajaran membutuhkan biaya mahal, kurangnya dukungan orang tua, karena mengganggap bahwa kemampuan anak hanyalah terkait dengan membaca, menulis dan berhitung guna kesiapan memasuki sekolah favorit, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM dalam setiap aktivitas bermain anak, yang pada dasarnya adalah mengintegrasikannya dengan Kurikulum 2013 PAUD, sebagai bentuk diversifikasi kurikulum secara eksplisit. Pada dasarnya, Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini dengan pendekatan saintifiknya sudah memiliki muatan STEM, dan bahkan, STEM itu sendiri sudah ada dalam kehidupan sehari-hari anak.  STEM sesungguhnya sudah ada dalam banyak aktivitas permainan tradisional yang ada di Indonesia.
Kegiatan bermain yang di dalamnya terdapat muatan STEM pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyenangkan, memberikan anak berbagai pilihan main dan cara untuk memainkan alat dan bahan (melakukan manipulasi/kreasi), melibatkan sebagian besar anggota tubuh, termasuk panca indera, melibatkan imajinasi anak, sehingga kemampuan berpikir kritis dan dan kreatif terbangun. Dengan demikian, integrasi tersebut menunjukkan bahwa ciri-ciri bermain tampak jelas.
Kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM pada dasarnya dapat diberikan sejak anak berada pada jenjang kelompok bermain, dengan kisaran usia anak antara 3-4 tahun, karena karakteristik perkembangan anak pada jenjang kelompok bermain menunjukkan kesiapan untuk bereksplorasi dan beraktivitas secara lebih beragam untuk membangun dasar pengetahuan, teknologi, reka cipta dan matematika. Selain itu kelompok bermain dipilih karena pada usia tersebut terjadi perkembangan penting pada aspek fisik motorik, sensorimotorik, panca indera, dan sosial emosional, terutama pada rasa  ingin tahu, percaya diri, dan sosialisasi. Dengan demikian mengintegrasikan STEM dalam satuan Kelompok Bermain (KB) akan efektif untuk mendukung perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
Kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM pada dasarnya dapat diberikan sejak anak berada pada jenjang kelompok bermain. Hal ini karena karakteristik perkembangan anak pada jenjang kelompok bermain menunjukkan kesiapan untuk bereksplorasi dan beraktivitas secara lebih beragam untuk membangun dasar pengetahuan, teknologi, reka cipta dan matematika. Selain itu kelompok bermain dipilih karena pada usia tersebut terjadi perkembangan penting pada aspek fisik motorik, sensorimotorik, panca indera, dan sosial emosional, terutama pada rasa  ingin tahu, percaya diri, dan sosialisasi. Dengan demikian mengintegrasikan STEM dalam satuan Kelompok Bermain (KB) akan efektif untuk mendukung perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
Kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM akan lebih optimal bila tersedia berbagai fasilitas yang memudahkan anak mengembangkan kemampuan saintis, teknologi, reka cipta dan matematika. Di daerah perkotaan tentunya fasilitas tersebut lebih mudah tersedia. Selain itu kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM diharapkan mampu menarik minat anak agar tidak terpaku pada penggunaan gawai. Hal ini karena banyak anak usia dini yang berada di daerah perkotaan lebih asyik dengan gawai, permainan-permainan yang bersifat individual, serta menggunakan berbagai alat permainan yang siap pakai, sehingga yang kuat adalah lower order thinking skills (LOTS), bukan higher order thinking skills (HOTS).
Kegiatan bermain yang mengintegrasikan STEM akan lebih optimal bila tersedia berbagai fasilitas yang memudahkan anak mengembangkan kemampuan saintis, teknologi, reka cipta dan matematika. Di daerah perkotaan tentunya fasilitas tersebut lebih mudah tersedia. Selain itu kegiatan bermain  yang mengintegrasikan STEM diharapkan mampu menarik minat anak agar tidak terpaku pada penggunaan gawai. Hal ini karena banyak anak usia dini yang berada di daerah perkotaan lebih asyik dengan gawai, permainan-permainan yang bersifat individual, serta menggunakan berbagai alat permainan yang siap pakai, sehingga yang kuat adalah lower order thinking skills (LOTS), bukan higher order thinking skills (HOTS). Namun, bukan berarti kegiatan main yang bermuatan STEM hanya bisa dilakukan di daerah perkotaan, tetapi di daerah yang memiliki karakteristik lainnya juga sangat memunhkinkan, karena daya dukungnya yang kaya, seperti perdesaan, pegunungan, pantai dan sebagainya.
Dengan demikian, aktivitas di kelompok bermain lebih menyenangkan, mengasyikkan dan bermakna bagi anak, yang memungkinkan potensi anak berkembang tanpa batas. Pendidik hendaknya senantiasa kreatif dan inovatif dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga anak terlibat aktif. Hal ini penting guna mengembangkan seluruh potensi anak.


Surabaya, 02022020
Salam, Widya Ayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar