Jumat, 09 Desember 2011

Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini


Ketika bayi dilahirkan ke dunia, dia memerlukan interaksi dengan orang lain. Interaksi inilah dasar bagi perkembangan sosial emosional seorang anak. Ketika dia berinteraksi, berbagai pengetahuan dan pengalaman baru terbentuk dan dikuatkan. Anak memperkaya bahasa dan kemampuan komunikasinya berkat adanya interaksi sosial. Dalam perkembangannya, anak mempelajari  berbagai aturan, norma dan nilai, juga melalui interaksi sosial.

Interaksi sosial yang sehat dan positif membantu meningkatkan perkembangan sosial emosional yang baik. Ketika kita berbicara masalah sosial emosional, ada dua hal yang terlibat, yaitu hubungan sosial dan perkembangan emosi. Hubungan sosial menyangkut hubungan anak dengan orang lain di sekitarnya, termasuk orangtua, teman sebaya, saudara kandung ataupun orang dewasa lainnya. Anak perlu memiliki hubungan sosial yang luas sehingga mudah menyesuaikan diri. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah meningkatkan frekuensi bermain dengan teman sebaya. Interaksi anak dengan teman sebaya dapat mengurangi sifat egosentris anak, serta memahami berbagai aturan sosial.

Emosi merupakan suatu konseptualisasi yang sangat penting dalam ranah perkembangan anak. Mendefinisikan emosi tidaklah mudah, tetapi beberapa ahli menyatakan bahwa emosi merupakan perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well being dirinya (Campos, 2004; Saarni, dkk, 2006).

Kemampuan pengendalian emosi sangatlah diperlukan dalam interaksi sosial, dan pada anak usia dini sedang dalam proses perkembangan, sehingga sering terlihat kecenderungan tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut tampak dari ekspresi yang mudah dan cepat sekali berubah. Sebagai contoh, seorang anak dapat tertawa terbahak-bahak, padahal baru saja menangis meraung-raugn. Oleh karena itu, anak perlu dibekali kemampuan mengendalikan emosi melalui contoh yang baik serta pembiasaan sejak dini.

Contoh yang baik ini berasal dari orang yang ada di dekat anak, seperti orangtua, guru, saudara atau orang dewasa lain. Apabila anak dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki pengendalian emosi yang baik, maka dia akan memiliki kecenderungan pengendalian emosi yang baik, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, kita sebagai orang dewasa yang erat berinteraksi dengan anak hendaklah memiliki kematangan dalam pengendalian emosi, sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anak.
(Surabaya, 10 Desember 2011; Salam, Widya)

Rabu, 07 Desember 2011

Pengembangan Bahasa, Matematika dan Sains pada Anak Usia Dini



 Pengalaman awal seorang anak dimulai dengan bahasa dan stimulasi terhadap anak sangat erat dengan “kesadaran bahasa”, yaitu melalui interaksi verbal yang responsif, buku, cerita, lagu, dan permainan, yang ini mempengaruhi kemampuan anak dalam membaca dan menulis (Arnqist, 2000). Anak-anak “mempelajari bahasa melalui aktivitas sehari-hari” (Novick, 1999/2000, p.70).

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang penting dan pemerolehan bahasa pada anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah hal ini mendapat perhatian besar dari para ahli. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai cara atau proses ketika anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa.

Bahasa merupakan alat untuk berpikir, mengekspresikan diri, dan melakukan komunikasi sosial. Bahasa memberikan kekuatan kepada anak untuk membangun hubungan, menyelesaikan masalah dan mengekspresikan perasaan (Novick, 1999/2000). Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal.

Penguasaan bahasa yang baik sangat penting bagi perkembangan anak, karena untuk mengembangkan kemampuan dalam pengorganisasian, klasifikasi, kategorisasi dan memahami konsep, anak harus  memiliki kosakata yang luas dan cukup, sehingga dapat mengekspresikan ide, pengetahuan dan pengalamannya dengan baik.

Penguasaan bahasa merupakan aspek yang sangat penting bagi anak untuk memulai pendidikan dasar (Eliason, 2008), sehingga harus diperhatikan secara serius sejak usia dini. Untuk mencapai optimalisasi perkembangan bahasa, hendaknya anak berada dalam lingkungan yang kaya bahasa dan keleluasaan untuk menyampaikan pendapat, ide, pengalaman, maupun ekspresi perasaan.

Di samping pengembangan bahasa, aspek lainnya adalah pengembangan kemampuan berpikir matematis. Kemampuan ini merupakan salah satu aspek penting dalam proses penyiapan anak usia dini dalam rangka memasuki jenjang pendidikan dasar. Oleh karena itu, perlu pembelajaran matematika yang berkualitas, yang sesungguhnya identik dengan tantangan dan kesenangan, bukan tekanan, dan hal ini lebih luas serta lebih mendalam dibanding sekedar penghitungan dan penambahan (Clements, 2001, p.270).  Pembelajaran matematika hendaknya merupakan proses yang menyenangkan bagi anak, sehingga memacu anak untuk dapat mengimplementasikannya dalam aspek-aspek lainnya.

Perkembangan dan pembelajaran matematika hendaknya dapat dilihat sebagaimana perkembangan keaksaraan, karena konsep matematika dikembangkan melalui latihan dan stimulasi yang tepat (Geist, 2001). Mengembangkan pemahaman mengenai matematika dapat dicapai dengan baik ketika anak dilatih untuk mengemukakan alasan, memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide-idenya kepada orang lain (Wood, 2001).

Di samping pengembangan bahasa dan matematika sebagaimana diuraikan di atas, aspek lainnya yang tidak kalah penting adalah sains. Hal ini terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu pada anak yang sangat tinggi dan alami, sehingga pembelajaran sains sebaiknya dilakukan pada anak sejak dini (Buchanan dan Rios, 2004). Anak penuh dengan ketakjuban serta keinginan untuk mengeksplorasi dan mempelajari lingkungan di sekelilingnya. 

Setiap anak pada hampir setiap lingkungan  melakukan kegiatan sains pada sebagian besar waktunya, membangun pengalaman mengenai lingkungan sekitar dan mengembangkan teori tentang cara kerja, peristiwa dan proses yang ada di sekitar anak (Conezio dan French, 2002, p.12). Dengan dukungan dan bantuan dari pendidik, keingintahuan alami anak dapat diarahkan pada aktivitas penemuan dan eksplorasi (Conezio dan French, 2002). Ketika melakukan eksplorasi, anak mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman baru, yang sangat berguna dalam memahami lingkungan sekitar serta mengembangkan kepekaan dan kepedulian anak.

Pengembangan bahasa, matematika dan sains diintegrasikan dalam kegiatan anak sehari-hari. Dengan demikian, anak dapat melakukan eksplorasi, menentukan aktivitas, dan mengembangkan potensinya. (Salam, Widya)


Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini




Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia 0 (sejak lahir) sampai dengan 6 tahun, agar tumbuh dan berkembang secara optimal, siap dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya, serta menjadi manusia paripurna yang handal. Dengan demikian, kelak dapat tumbuh menjadi generasi yang tangguh, cerdas, beradab dan berakhlak mulia. Dalam upaya menyiapkan generasi unggul tersebut diperlukan stimulasi pendidikan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, serta tahap perkembangan anak.
Dalam perkembangannya, anak memperoleh berbagai stimulasi pendidikan, dan salah satunya dilakukan di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). Di lembaga PAUD anak belajar melalui bermain, sehingga suasana pembelajaran menyenangkan dan sesuai dengan dunia anak, yaitu bermain. Melalui pembelajaran yang menyenangkan anak dapat menyerap informasi sehingga mencapai tingkat perkembangan sesuai dengan usia, baik usia kronologis maupun usia mental anak.
Dengan demikian, fokus pembelajaran adalah anak, bukan pendidik, pengelola, orangtua, maupun pihak lain, sehingga pertimbangan utama dalam pemberian stimulasi adalah kepentingan terbaik anak. Kepentingan terbaik anak berarti mengedepankan optimalisasi seluruh potensi anak dengan memperhatikan karakteristik dan tahap pertumbuhan serta perkembangan.
Namun demikian, fenomena di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak lembaga PAUD yang tidak atau kurang tepat dalam memberikan stimulasi pendidikan, baik dalam hal materi, metode, tuntutan kompetensi anak, maupun suasana pembelajaran. Stimulasi pendidikan masih lebih banyak menonjolkan aspek kognitif, yang dalam implementasinya salah satunya adalah mengajarkan membaca, menulis dan berhitung dalam usia anak yang terlalu dini.
Pembelajaran membaca, menulis dan berhitung tersebut dalam pelaksanaannya seringkali kurang mempertimbangkan tingkat perkembangan anak dan metode yang sesuai dengan karakteristik anak serta erat dikaitkan dengan tuntutan kompetensi ketika memasuki jenjang pendidikan dasar. Di samping itu, pembelajaran tersebut dilaksanakan karena tuntutan orangtua, yaitu bahwa pembelajaran pada anak usia dini dikatakan berhasil apabila anak mampu membaca, menulis dan berhitung dengan lancar, tidak peduli seberapa dini usia anak. Pada akhirnya, anak sering dihadapkan pada suasana pembelajaran yang tidak atau kurang menyenangkan.
Oleh karena itu, perlu adanya perubahan mindset dalam pengembangan pendidikan anak usia dini. Pendidikan pada anak usia dini hendaknya ditujukan pada pengembangan seluruh aspek perkembangan, antara lain nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional, kognitif, bahasa serta fisik, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.


Surabaya 7 Desember 2011
Salam, Widya