Rabu, 25 Januari 2012

Peran Keluarga dalam Perkembangan Anak



Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak. Anak tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Di Indonesia, keluarga dapat terdiri atas keluarga inti (ayah, ibu dan anak), ataupun keluarga besar (keluarga inti ditambah beberapa anggota keluarga lain, misalnya kakek, nenek, dan sebagainya). Sebagai lingkungan terdekat anak, keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak di segala aspeknya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh tipe keluarga, pola asuh, karakteristik sosial ekonomi, serta dukungan lainnya. Perkembangan anak pada usia dini yang terutama terjadi adalah perkembangan kognitif, nilai-nilai agama dan moral, bahasa, fisik motorik dan sosial emosional.
Perkembangan kognitif menyangkut daya pikir atau daya nalar. Perkembangan nilai-nilai agama dan moral menyangkut perkembangan pemahaman anak terhadap konsep ketuhanan dan aturan-aturan/nilai/norma yang berkaitan dengan keluarga, masyarakat serta kebudayaan. Perkembangan fisik motorik menyangkut motorik halus dan kasar, termasuk di dalamnya kemampuan anak untuk berjalan, berlari, melompat, meloncat dan keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus. Konsep perkembangan sosial emosional mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, seperti keluarga, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, sebagai bekal anak untuk untuk mandiri, dapat  berinteraksi dan menjadi manusia sosial. 
Interaksi sosial merupakan hubungan antar individu yang menimbulkan perasaan sosial, sehingga terdapat keterikatan dan kesalingtergantungan antara individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa setia kawan dan sebagainya.
Melalui proses interaksi sosial anak akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku penting yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang dikenal juga dengan sosialisasi.  Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Zanden (1986) bahwa kita terlahir bukan sebagai manusia, dan baru akan menjadi manusia hanya jika melalui proses interaksi dengan orang lain, artinya, sosialisasi merupakan suatu cara untuk membuat seseorang menjadi manusia (human) atau untuk menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya (social human being).
Pengaruh paling besar selama perkembangan anak pada lima tahun pertama kehidupannya terjadi dalam keluarga, sehingga orang tua mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, baik dalam hal sikap,  perilaku, maupun verbal.   Beberapa hasil penelitian yang dilakukan Rohner, dan lain-lain (1986) di Amerika menunjukkan bahwa seorang ibu yang memperlakukan anak dengan kasar, baik fisik maupun verbal akan menghasilkan pribadi anak yang cenderung kasar setelah dia dewasa.
Oleh karena itu, keluarga merupakan bagian terpenting dalam seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, turut membangun fondasi utama yang penting dalam kehidupan anak selanjutnya. Sebagai bagian terpenting, keluarga memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak, yang tidak bisa dialihkan begitu saja ke pihak lain, misalnya lembaga pendidikan atau lembaga lainnya. Pihak-pihak lain ini sesungguhnya hanya berfungsi membantu meringankan tugas keluarga dalam mendidik anak, sehingga kerjasama yang baik antara keluarga dan pihak-pihak lain sangat diperlukan guna mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
(Surabaya, 25 Jan 2012. Salam, Widya)

Sepenggal Catatan tentang KEJUJURAN



Beberapa hari yang lalu saya bersama beberapa guru mengantar anak-anak kelompok bermain dan taman kanak-kanak mengikuti lomba menggambar dan mewarna. Ada 10 anak yang mengikuti lomba. Lomba diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di kota Surabaya, dan dimulai pukul 09.00 WIB. Kami tiba di lokasi pukul 08.00 WIB. Saya sangat terkejut ketika sampai di lokasi. Peserta luar biasa banyak, berjubel, tidak hanya anak-anak, tetapi masing-masing anak didampingi orangtua, dan setiap sekolah rata-rata bersama 2 sampai 3 orang guru. Sungguh sangat berjubel dan tidak nyaman bagi anak-anak.
Pada pukul 08.30 WIB anak-anak mulai resah, dan sebagian sudah mulai mewarna, bahkan sudah ada yang hampir selesai. Tak lama kemudian panitia mengumumkan bahwa lomba belum dimulai, dan bagi yang sudah mulai akan diambil kertasnya. Anak-anak menjadi semakin resah, dan banyak di antaranya yang sudah mulai rewel.
Tiba saat lomba dimulai. Ternyata, sebagian besar yang menggambar dan mewarna adalah para orangtua. Sedangkan anak-anak kebagian dimarahi orangtua karena warna dan kerapiannya tidak sesuai harapan orangtua. Saya jadi berpikir, “Sebenarnya, siapa sih yang sedang lomba dan ingin menang? Anak-anak ataukah para orangtua?” Saya geli memikirkannya, tetapi saya mencoba memahami, karena dulu ketika para orangtua berusia dini, belum ada lomba mewarna seperti sekarang, sehingga saat ini mereka ingin ikut berlomba.
Tiba saat lomba selesai. Sebagian anak segera berlari meninggalkan lokasi lomba, namun sebagian masih duduk-duduk sambil menunggu pengumuman. Sebelum anak-anak meninggalkan lokasi, anak-anak diminta berfoto dengan membawa hasilnya (yang telah dikerjakan orangtua). Ada satu hal yang penting yang saya cermati di sini. Anak-anak dilatih mengakui hasil karya yang bukan pekerjaannya sendiri. Di sinilah kejujuran dipertanyakan. Anak-anak sejak dilatih untuk berlaku tidak jujur. Padahal, karakter jujur  inilah yang hendak kita bangun.
Peristiwa ini mungkin tampaknya sepele, tetapi sesungguhnya dampaknya tidaklah sesederhana itu. Kita secara sadar telah menanamkan nilai-nilai ketidakmandirian, ketidakpercayaan terhadap hasil karya sendiri, dan yang paling parah... KETIDAKJUJURAN.
Sungguh luar biasa. Ini patut menjadi perhatian kita semua. Biarkan anak-anak berkarya sesuai dengan kemampuannya. Kalah atau menang, bukanlah menjadi soal, dan sesungguhnyalah, lomba itu sendiri tidak terlalu penting bagi anak-anak. Yang paling penting adalah anak mau berkarya,berkreasi, percaya diri, mandiri dan jujur terhadap hasil karyanya sendiri.
Kalau kita sebagai orangtua tidak menanamkan kejujuran sejak dini, siapa lagi yang harus membangun nilai tersebut?.......????.... 
( Salam, Widya )