Rabu, 25 Januari 2012

Sepenggal Catatan tentang KEJUJURAN



Beberapa hari yang lalu saya bersama beberapa guru mengantar anak-anak kelompok bermain dan taman kanak-kanak mengikuti lomba menggambar dan mewarna. Ada 10 anak yang mengikuti lomba. Lomba diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di kota Surabaya, dan dimulai pukul 09.00 WIB. Kami tiba di lokasi pukul 08.00 WIB. Saya sangat terkejut ketika sampai di lokasi. Peserta luar biasa banyak, berjubel, tidak hanya anak-anak, tetapi masing-masing anak didampingi orangtua, dan setiap sekolah rata-rata bersama 2 sampai 3 orang guru. Sungguh sangat berjubel dan tidak nyaman bagi anak-anak.
Pada pukul 08.30 WIB anak-anak mulai resah, dan sebagian sudah mulai mewarna, bahkan sudah ada yang hampir selesai. Tak lama kemudian panitia mengumumkan bahwa lomba belum dimulai, dan bagi yang sudah mulai akan diambil kertasnya. Anak-anak menjadi semakin resah, dan banyak di antaranya yang sudah mulai rewel.
Tiba saat lomba dimulai. Ternyata, sebagian besar yang menggambar dan mewarna adalah para orangtua. Sedangkan anak-anak kebagian dimarahi orangtua karena warna dan kerapiannya tidak sesuai harapan orangtua. Saya jadi berpikir, “Sebenarnya, siapa sih yang sedang lomba dan ingin menang? Anak-anak ataukah para orangtua?” Saya geli memikirkannya, tetapi saya mencoba memahami, karena dulu ketika para orangtua berusia dini, belum ada lomba mewarna seperti sekarang, sehingga saat ini mereka ingin ikut berlomba.
Tiba saat lomba selesai. Sebagian anak segera berlari meninggalkan lokasi lomba, namun sebagian masih duduk-duduk sambil menunggu pengumuman. Sebelum anak-anak meninggalkan lokasi, anak-anak diminta berfoto dengan membawa hasilnya (yang telah dikerjakan orangtua). Ada satu hal yang penting yang saya cermati di sini. Anak-anak dilatih mengakui hasil karya yang bukan pekerjaannya sendiri. Di sinilah kejujuran dipertanyakan. Anak-anak sejak dilatih untuk berlaku tidak jujur. Padahal, karakter jujur  inilah yang hendak kita bangun.
Peristiwa ini mungkin tampaknya sepele, tetapi sesungguhnya dampaknya tidaklah sesederhana itu. Kita secara sadar telah menanamkan nilai-nilai ketidakmandirian, ketidakpercayaan terhadap hasil karya sendiri, dan yang paling parah... KETIDAKJUJURAN.
Sungguh luar biasa. Ini patut menjadi perhatian kita semua. Biarkan anak-anak berkarya sesuai dengan kemampuannya. Kalah atau menang, bukanlah menjadi soal, dan sesungguhnyalah, lomba itu sendiri tidak terlalu penting bagi anak-anak. Yang paling penting adalah anak mau berkarya,berkreasi, percaya diri, mandiri dan jujur terhadap hasil karyanya sendiri.
Kalau kita sebagai orangtua tidak menanamkan kejujuran sejak dini, siapa lagi yang harus membangun nilai tersebut?.......????.... 
( Salam, Widya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar