Beberapa hari yang lalu saya
bersama beberapa guru mengantar anak-anak kelompok bermain dan taman
kanak-kanak mengikuti lomba menggambar dan mewarna. Ada 10 anak yang mengikuti
lomba. Lomba diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di kota Surabaya, dan
dimulai pukul 09.00 WIB. Kami tiba di lokasi pukul 08.00 WIB. Saya sangat
terkejut ketika sampai di lokasi. Peserta luar biasa banyak, berjubel, tidak
hanya anak-anak, tetapi masing-masing anak didampingi orangtua, dan setiap
sekolah rata-rata bersama 2 sampai 3 orang guru. Sungguh sangat berjubel dan
tidak nyaman bagi anak-anak.
Pada pukul 08.30 WIB anak-anak
mulai resah, dan sebagian sudah mulai mewarna, bahkan sudah ada yang hampir
selesai. Tak lama kemudian panitia mengumumkan bahwa lomba belum dimulai, dan
bagi yang sudah mulai akan diambil kertasnya. Anak-anak menjadi semakin resah,
dan banyak di antaranya yang sudah mulai rewel.
Tiba saat lomba dimulai.
Ternyata, sebagian besar yang menggambar dan mewarna adalah para orangtua.
Sedangkan anak-anak kebagian dimarahi orangtua karena warna dan kerapiannya
tidak sesuai harapan orangtua. Saya jadi berpikir, “Sebenarnya, siapa sih yang
sedang lomba dan ingin menang? Anak-anak ataukah para orangtua?” Saya geli
memikirkannya, tetapi saya mencoba memahami, karena dulu ketika para orangtua
berusia dini, belum ada lomba mewarna seperti sekarang, sehingga saat ini
mereka ingin ikut berlomba.
Tiba saat lomba selesai. Sebagian
anak segera berlari meninggalkan lokasi lomba, namun sebagian masih duduk-duduk
sambil menunggu pengumuman. Sebelum anak-anak meninggalkan lokasi, anak-anak
diminta berfoto dengan membawa hasilnya (yang telah dikerjakan orangtua). Ada
satu hal yang penting yang saya cermati di sini. Anak-anak dilatih mengakui hasil
karya yang bukan pekerjaannya sendiri. Di sinilah kejujuran dipertanyakan.
Anak-anak sejak dilatih untuk berlaku tidak jujur. Padahal, karakter jujur inilah yang hendak kita bangun.
Peristiwa ini mungkin tampaknya
sepele, tetapi sesungguhnya dampaknya tidaklah sesederhana itu. Kita secara
sadar telah menanamkan nilai-nilai ketidakmandirian, ketidakpercayaan terhadap
hasil karya sendiri, dan yang paling parah... KETIDAKJUJURAN.
Sungguh luar biasa. Ini patut
menjadi perhatian kita semua. Biarkan anak-anak berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Kalah atau menang, bukanlah menjadi soal, dan sesungguhnyalah,
lomba itu sendiri tidak terlalu penting bagi anak-anak. Yang paling penting
adalah anak mau berkarya,berkreasi, percaya diri, mandiri dan jujur terhadap
hasil karyanya sendiri.
Kalau kita sebagai orangtua tidak
menanamkan kejujuran sejak dini, siapa lagi yang harus membangun nilai
tersebut?.......????....
( Salam, Widya )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar