Senin, 11 Juni 2012

Terima Kasih Atas Segala Cintamu, Ya Rabb


Allah SWT memberikan kehidupan bagi manusia untuk selalu disyukuri, karena Allah SWT memberikannya dengan cinta. Akan tetapi, berapa banyak dari kita yang jarang atau bahkan tidak pernah mensyukuri karuniaNya.

Kita dapat menghirup oksigen dengan gratis, melalui hidung yang telah diberikan dengan gratis pula oleh Sang Pemberi Hidup. Kita dapat menatap indahnya rembulan dengan mata yang diberikan secara gratis oleh Sang Pemberi Nikmat. Kita dapat berjalan, berlari, dengan kaki yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.

Namun, banyak di antara kita menjalani kehidupan dengan mengeluh. Di tempat kerja kita mengeluh dengan banyaknya beban tugas, tidak sesuainya imbalan/penghargaan, kurangnya diberi kepercayaan, suasana kantor yang tidak nyaman, pembagian kerja yang tidak seimbang, kesuksesan rekan kerja, dan sebagainya, sehingga tercipta nuansa negatif bagi diri kita dan lingkungan kita. Di jalan kita mengeluh. Mengeluh atas kemacetan, jalanan yang panas, berdebu, suara klakson kendaraan lain yang tiada berhenti, mogoknya kendaraan. Di rumah kita juga mengeluh. Mengeluh atas kreativitas anak-anak kita, tetangga kita, kebisingan di sekeliling, jauhnya dari fasilitas umum, dan yang lainnya.

Setiap saat kita mengeluh, sehingga berubah menjadi energi negatif yang sangat berpengaruh terhadap diri pribadi, baik secara fisik maupun psikis. Energi negatif inilah yang dapat menjadi salah satu sumber penyakit kita, sehingga tumbuh menjadi manusia yang tidak sehat dan tidak produktif. Energi negatif tersebut akan melemahkan pertahanan diri kita, menurunkan kewaspadaan otak dan kebugaran tubuh.

Daripada sepanjang waktu kita mengeluh, akan lebih baik apabila kita selalu bersyukur. Rasa syukur inilah yang akan mengalirkan energi positif. Energi positif memiliki daya yang luar biasa untuk meningkatkan stamina dan kesehatan fisik serta mental, sehingga kita tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, prima dan produktif. Telah banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.

Jadi, mana yang akan kita pilih? Menjadi sehat lahir batin atau menjadi individu yang sakit lahir dan batin sepanjang masa?
(salam, Widya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar