Selasa, 12 Juni 2012

SESUNGGUHNYA, MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN KESANTUNAN LUAR BIASA


Kita kerapkali mendengar, bahkan menyaksikan berbagai peristiwa di masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Salah satunya adalah kesantunan. Kita sering melihat kurang santunnya banyak pengguna jalan raya, saling menyerobot, kebut-kebutan, bahkan sampai pada tindakan saling memaki hanya karena menganggap pengemudi lain bertindak tidak sopan, yang berujung pada timbulnya kericuhan atau kecelakaan yang membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Betapa banyak orang yang beradu bicara, bahkan sampai beradu otot, hanya untuk hal-hal yang sesungguhnya bisa diselesaikan. Di dalam sebuah pertemuan, tidak jarang perdebatan menjadi pertengkaran yang berujung pada kekacauan. Tidak ada lagi penghormatan terhadap budaya untuk saling mendengar, memahami dan mengerti.

Kesantunan sepertinya mulai terkikis, dan yang terjadi adalah kelunturan nilai-nilai luhur yang dijunjung oleh bangsa ini. Sesungguhnyan kesantunan terkait erat dengan perkembangan moral seseorang. Seorang ahli perkembangan moral, Kolhberg, mengemukakan bahwa terdapat tiga tahap perkembangan moral, yaitu pra-conventional, conventional dan post conventional. Ketidaksantunan merupakan cerminan tahap perkembangan moral pra-conventional, yang setara dengan anak usia 0 – 8 tahun. Kalau sudah demikian, apakah hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat berada pada tahap belum dewasa, meskipun dari segi usia kronologis mungkin sudah sangat matang?

Sesungguhnya, kita dapat belajar kesantunan dari tubuh kita sendiri. Ketika sel-sel tubuh mulai berkembang, mereka menempatkan diri sesuai dengan fitrahnya masing-masing, meskipun sesungguhnya secara umum komposisi sel-sel tubuh tersebut hampir sama. Sel-sel tubuh yang mendapatkan tugas berkembang menjadi sel-sel rambut tidak pernah berkeinginan menjadi sel-sel jantung, demikian pula sel-sel  tubuh yang lain. Ketika menjalankan fungsinya, sel-sel tubuh  saling mendukung, menciptakan suasana yang kondusif, bekerja dalam sebuah sistem harmonis, menciptakan simponi kehidupan, sehingga seluruh bagian tubuh berfungsi sebagaimana mestinya.

Tidak ada sel tubuh yang menyombongkan diri atas kemampuan yang dimilikinya, tidak ada yang memiliki rasa iri, ingin menang sendiri ataupun ingin menunjukkan jasa-jasanya. Ketika ada benda asing yang memasuki tubuh, sel-sel tubuh yang bertanggung jawab atas pertahanan diri berusaha mengenali benda asing tersebut dengan baik sebelum bertindak. Sel-sel tubuh tidak bertindak semena-mena tetapi penuh kehati-hatian dan pertimbangan. Ketika ada sel-sel tubuh yang diserang penyakit, sel-sel tubuh yang lain membangun pertahanan tubuh agar sel-sel yang sakit kembali normal dan tubuh sehat kembali. Sungguh sebuah masyarakat sel yang damai.

Tubuh kita adalah cerminan masyarakat yang santun dan saling mendukung. Ini adalah teladan yang luar biasa. Lalu, mengapa kita tidak meneladani diri kita sendiri dan mengubahnya menjadi individu yang berbeda dengan apa yang dicontohkan oleh sel-sel tubuh kita?
(salam, Widya)

1 komentar:

  1. luar biasa....,
    sering kali kita lupa, dan tidak jarang juga kita diingatkan kembali,
    tulisan ini sungguh membuat kami di ingatkan kembali.
    matur nuwun sangat, semoga tulisan ini berbuah pahala bagi penulisnya.

    mohon berkenan tulisan ini kami bagi ke teman-teman lain.

    BalasHapus