Selasa, 21 Februari 2012

MEMBANGUN JEMBATAN ANTARA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR


Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, demikian bunyi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14. Dengan demikian, diharapkan anak memiliki fondasi yang kuat dan bekal yang cukup dalam menapaki tahap kehidupan selanjutnya.
Anak usia 0 – 6 tahun telah mendapatkan fasilitas dan prioritas dalam pembangunan pendidikan nasional, sehingga siap memasuki jenjang pendidikan dasar. Sementara itu, untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, diharapkan anak telah berusia 7 tahun. Di sinilah nampak kesenjangan layanan pendidikan bagi anak, yaitu ada anak usia 6 – 7 tahun, yang kemungkinan belum terlayani pendidikan, bahkan indikator perkembangan untuk anak usia 6 – 7 tahun pun belum ada. Pertanyaannya kemudian adalah, siapa yang bertanggung jawab terhadap stimulasi mereka, apakah dalam fase pendidikan anak usia dini ataukah jenjang pendidikan dasar?
Hal ini perlu mendapatkan perhatian kita semua, karena ada begitu banyak anak usia 6 – 7 tahun, sudah di luar area pendidikan anak usia dini, namun belum bisa memasuki jenjang pendidikan dasar karena usia dianggap belum cukup, atau jumlah murid yang diterima di SD sudah melebihi kuota. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa langkah yang dilakukan oleh orangtua antara lain memperpanjang waktu anak untuk berada di taman kanak-kanak, sementara kemungkinan anak sudah mengalami kebosanan.
Oleh karena itu, perlu menjadi pemikiran kira untuk mengembangkan sebuah program pendidikan yang dapat menjembatani antara pendidikan anak usia dini dengan jenjang pendidikan dasar atau biasa disebut sebagai bridging program. Program inilah yang akan mempersiapkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, yang notabene benar-benar berbeda dengan pendidikan anak usia dini, sekaligus memfasilitasi anak-anak yang menurut usianya (baik usia mental maupun usia kronoligis)  belum bisa memasuki jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian, diharapkan anak-anak juga tidak menjadi “shock” ketika memasuki kelas-kelas awal sekolah dasar, di samping juga mengurangi tingkat “penolakan anak terhadap sekolah” dan meningkatkan “school readiness”.
Sementara jembatan ini belum terbangun,  orangtualah yang terlebih dahulu membangun kesiapan anak. Dalam arti, pemahaman orangtua terhadap tingkat perkembangan anak menjadi hal yang sangat penting, sehingga dapat memutuskan, apakah seorang anak sudah waktunya memasuki jenjang pendidikan dasar atau masih tetap berada dalam fase pendidikan anak usia dini. Orangtua hendaknya tidak memaksakan sebuah kemampuan yang memang belum dapat dikuasai oleh anak hanya untuk memasuki jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian, berbagai permasalahan yang mungkin timbul ketika anak sudah berada dalam jenjang pendidikan dasar dapat diminimalisir, dan anak-anak kita menjadi anak yang gemar bersekolah, dan bukan malah “phobi sekolah”.
(Surabaya, 22 Pebruari 2012; Salam, Widya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar